Cek Ombak (Melulu)

Rina F Ryanie
Chapter #9

9. Terpaksa Satu Atap

Kika dan Igo janjian bertemu seusai kuliah. Ada yang harus mereka bicarakan mengenai rencana orang tua mereka yang akan melangsungkan pernikahan. Kadang seperti bertengkar, namun kemudian berdamai ditandai dengan bersalaman meski raut wajah mereka tak bersinar. Mereka sepakat memutuskan hubungan cinta di antara mereka, kemudian masing-masing harus rela mengganti hubungan menjadi kakak-adik.

“Tapi gue nggak mau panggil lo Kakak, atau Mas, atau Abang. Gue nggak bakalan sanggup!”

“Terus, lo maunya panggil apaan? Kakanda?”

“Vertigo!” tukas Kika sambil melotot.

Igo mendengus kesal. “Lo harus beneran ikhlas, Ka! Ingat, kita masih muda dan masih banyak kesempatan untuk meraih apa yang kita inginkan. Sedangkan mereka, kita nggak tahu. Dan, nggak ada yang tahu batas usia seseorang. Biarkan mereka mengecap sedikit bahagia.”

“Ngeri banget sih omongan lo. Sok bijak!”

“Kan, kan ... dikasih tahu malah ngelantur!”

“Jadi gimana? Jadi nggak kita saudaraan? Kalau enggak, gue cipok lo!”

Igo garuk-garuk kepala saat menatap mata Kika berkerdip menggoda. Ia melahap ayam geprek yang mahapedas, untuk menyamarkan hatinya yang lebih panas dari pedasnya ayam geprek. Mulutnya mendesis karena kepedasan, sementara itu tangannya ikut sibuk mengipas-ngipaskan jemarinya, dan sesekali menyeka keringat di wajahnya.

“Ah, lo memang sukanya bikin gue kegerahan, Kika!” batinnya.


***

Di butik La Rosa, tampak sibuk dengan aktivitas pegawa. Namun kali ini bukan sibuk melayani pelanggan, melainkan mempersiapkan beberapa gaun dan kebaya pengantin. Kika membantu mamanya yang mencoba gaun pengantin yang akan dikenakan di acara akad nikahnya. Gaun bordiran warna krem model semi kebaya, tampak cantik membungkus tubuh sintalnya.

“Kubilang juga apa, Bu. Gaun ini memang cocok dengan karakter Ibu. Tegas namun lembut, juga natural,” puji Dita terkagum-kagum memandangi bosnya.

“Ya dong! Sagitarius, gitu lho! Lagian ini gaun rancangannya siapa, dan dari butik siapa dulu!” sahut Rosa dengan bangga. Ia tak henti memuji diri di depan cermin.

“Mama tu meng-endorse diri sendiri, tahu!” ujar Kika sambil cekikikan, dan berhenti ketika mamanya bersiap melayangkan sendal ke arahnya.


Akhirnya akad nikah dilangsungkan juga yang bertempat di rumah Rosa. Rosa cantik dengan kebaya pengantin modernnya itu. Anggun, bersanding serasi dengan Papa Jun yang gagah, semakin tampan dengan setelan jas warna yang sama. Hanya keluarga, sahabat dan kerabat dekat yang hadir sebagai tamu undangan. Senyum bahagia terpancar menghiasi wajah kedua mempelai. Naman berbeda halnya dengan kedua anak muda yang menjadi pendamping pengantin itu. Mereka lebih banyak berdiam, hanya sesekali saling bertemu pandang. Hanya mereka berdua yang paham apa yang sedang dirasakan. Setelah akad nikah, mereka menggelar acara resepsi sederhana di restoran milik Papa Jun.

Hari itu, setelah janji suci yang diikrarkan oleh Rosa dan Juno, maka resmi pulalah hubungan persaudaraan antara Igo dan Kika. Mau tak mau Kika dan Igo harus tinggal satu atap. Seharusnya hari itu mereka turut berbahagia, namun kebahagiaan itulah yang justru menyakiti hati mereka berdua. Di satu sisi, mereka saling mencintai, namun di sisi lain harus mengorbankan perasaannya demi orang yang dikasihi. Kebahagiaan, cinta, pengorbanan, itulah rahasia hidup yang tak bisa dipastikan manusia.

***

Dua pasang sepatu pentofel pria berwarna hitam mengilap, turun dari Pajero hitam. Papa Juno dan Igo berdiri di depan rumah Rosa. Mereka berdua sama-sama menenteng koper, berpakaian yang sama yaitu setelan tuksedo hitam yang dikenakan di acara resepsi pernikahan Rosa dan Juno, siang tadi di restoran milik Papa Jun.. Dengan kompak mereka melepas kacamata hitamnya bersamaan, lalu melangkah pasti menuju pintu rumah. Rosa keluar menyambut keduanya dengan sumringah.

Kika mengawasi dengan wajah kecut dari balkon lantai atas.

“Ayok masuk, kami sudah menunggu kalian. Oya, jangan sungkan, anggap aja rumah sendiri!”

Rosa membiarkan anggota keluarga barunya masuk rumah. Satu koper ia masukkan ke kamarnya yang berada di lantai bawah yaitu kamar nyonya rumah. Sementara Igo, disuruh menaikkan kopernya ke lantai atas.

“Kika!”

“Ya, Ma!”

“Bantu Igo bereskan kamarnya di atas, Sayang.”

Lihat selengkapnya