Masih di dalam mobilnya, mata Igo tampak berbinar. Senyumnya terus terkembang seraya berucap syukur kepada Tuhan. Igo meraih ponsel di saku celananya, dan langsung menelepon Rosa.
“Ma, aku punya berita bagus. Mama mau dengar?” ucapnya setelah mendengar suara telepon tersambung.
Di seberang telepon, Rosa menjawab dengan harap-harap cemas. Rosa memang tengah menunggu kabar tentang Kika, dari siapa pun.
“Berita apa, Igo? Coba katakan, Mama sudah nggak sabar mau dengar”! jawabnya dengan antusias.
“Aku sudah tau di mana Kika berada, Ma!” ujar Igo dengan yakin. Pikirnya, Rosa pasti akan senang dengan kabar yang ia peroleh.
“Ooh, kalau itu sih, Mama juga udah tau. Tadi pagi papanya Kika sudah laporan. Tapi makasih lho, kamu udah perhatian. Kamu memang anak baik, Igo,” jawab Rosa dengan nada menunjukkan bahwa ia tak merasa mendapat kejutan.
Igo, tentu saja merasa jengah. Ia merasa usahanya yang menguras tenaga dan pikiran, tak berguna sama sekali. Ah, sial!
“Jadi, Mama udah tau? Kenapa gak kasih tau aku? Aku lho Ma, nyariin Kika sampai ke kampusnya. Eh, tunggu dulu Ma, bolehkah aku minta alamatnya?”
“Boleh, nanti Mama kirim alamatnya ke WA kamu, ya? Kamu tolong bujuk dia untuk pulang.”
“Ok, Ma! Nanti malam aku akan pulang cepat dari resto untuk nemuin Kika. Bye!” Igo mengakhiri panggilan sambil menghela napas lemah.
Pulang dari kafe, Igo langsung mengendarai mobilnya, menuju alamat yang diberikan Rosa di pesan WhatsApp. Turun dari mobil yang terparkir depan rumah Ben, Igo langsung memencet bel sambil menenteng sekotak martabak telor yang sengaja dibelinya di jalan. Tak lama keluar Papa Ben yang memandang heran terhadap Igo.
“Malam, Om. Saya Igo, teman... eh, maksud saya, saudara tirinya Kika,” ucap Igo memperkenalkan diri dengan sopan.
Papa Ben menerima uluran tangan Igo yang mengajaknya bersalaman.
“Oh, berarti kamu anaknya Juno, suami Rosa?” tanyanya memastikan.
Igo mengangguk sambil tersenyum dan berusaha terlihat sopan di mata calon mertua yang gagal.
“Masuk, silakan duduk dulu. Saya panggilkan Kika di kamarnya,” ujar Papa Ben mempersilakan Igo menunggu Kika di ruang tamu.
Igo duduk di sofa dengan gugup. Ia menunggu sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Tanpa sadar, ia menggoyang-goyangkan sebelah kakinya, sementara jarinya ia pilin-pilin. Tak lama Kika datang dengan raut setengah kaget melihat kedatangan Igo.
Sementara Igo, ia malah tersenyum-senyum saat Kika datang sambil menyerahkan oleh-oleh bawaannya.
“Lo, ngapain ke sini? Siapa yang kasi tau lo? Ah, sudah pasti Mama. Padahal gue udah bilang Papa jangan kasih tau siapa pun aku di sini,” tanya Kika sambil bersungut.
“Nggak, gue nggak nanyain sama Mama. Gue cari tau sendiri, kok!” bantah Igo membela ibu tirinya.
“Gue nggak percaya!” tukas Kika sambil mencibir.
“Gue bisa buktikan!”
Igo segera mengeluarkan laptopnya, diiringi tatapan heran dan penasaran dari Kika.