Cek Ombak (Melulu)

Rina F Ryanie
Chapter #17

17. Charity Show

Rosa kedatangan teman-teman sosialitanya. Mereka tampak sibuk membicarakan acara bazar yang akan digelar dalam rangka penggalangan dana untuk yayasan panti asuhan, anak-anak yatim piatu, dan panti jompo. Mereka menggelar pertunjukan amal ini bekerjasama dengan butik Rosa yang akan menjadi salah satu kontributornya.

“Gimana nih, Jeng-jeng, Zus-zus, Ibu-ibu... Udah hampir final nih, tinggal menentukan tempat pagelarannya saja. Undangan tamu istimewa semua sudah siap,” ujar Jeng Sherly membuka pembahasan.

“Kalau eikeu boleh usul, tempatnya jangan di hotel atau mall melulu. Bosen! Yang agak unik dikitlah, misalnya di museum, gedung tua, atau di tempat terbuka,” jawab Jeng Tanty memberi usulan untuk lokasi pagelaran.

“Saya sih setuju saja, tapi yang gak usah ribet-ribetlah. Ini kan charity show, bukan pure bisnis. Jadi sebaiknya budget harus disesuaikan. Bukannya gak mau tampil wah, tapi sebaiknya dana dibatasi. Kalau ada yang mau pinjamkan tempatnya dengan gratis sih, boleh banget!” imbuh Jeng Hany menambahkan usulan.

“Maksud Jeng? Cari yang gratisan?” tanya Jemg Shopi yang belum paham dengan maksud yang diutarakan temannya itu.

“Kenapa tidak? Toh kru dan modelnya juga gak mau dibayar, Event Organiser juga kasih diskon setengahnya. So what?” ujar Jeng Tanty seakan menyetujui usulan Jeng Hany.

Jeng Vina yang sejak tadi hanya menyimak di disudut ruangan, urun bicara. “Iya, tapi ada nggak yang mau pinjamkan tempatnya? Hari gini, mana ada kasih gretongan!”

“Hm, gimana kalau restorannya suami Jeng Rosa? Kan memadai tuh, tempatnya luas dan nyaman.” Ucapan Bu Tanti itu sontak membuat Rosa terperanjat dan kelabakan.

“Hah? M–maksud Buibu, tempat Mas Jun ya? Emh, gimana ya, nanti coba kubicarakan dulu dengan Mas Jun, deh!”

“Iya lho, Jeng. Cocok sekali kalau digelar di sana. Apa gak sekalian juga turut memberikan katering gratis untuk undangan dan anak-anak yatim itu?” timpal ibu-ibu berpenampilan glamour dan menor itu semakin membuat Rosa seolah sesak napas.

Yang lain pun kompak mengiakan. Rosa termangu. Ia tak tahu bagaimana caranya menyampaikan pesan ibu-ibu itu kepada suaminya. Di samping sedang tidak harmonis, ia tak yakin Juno mau mengizinkannya.

 

Malam hari setelah berada di rumah, Rosa tampak gelisah. Ia seperti hendak menyampaikan sesuatu tetapi ragu-ragu. Akibatnya, ia gelisah sendiri terlihat dari tingkahnya yang aneh. Perempuan itu kini berjalan mondar-mandir di sekitar tempat duduk Papa Jun yang sedang membaca.

Melihat kelakuan istrinya, Papa Jun merasa terganggu. Beberapa kali ia mengalihkan tatapan dari buku di tangannya untuk memperhatikan istrinya.

“Kamu masih memikirkan anak-anak? Kan sudah jelas mereka ada di mana? Mereka baik-baik saja. Nanti juga mereka akan pulang sendiri. Biar saja, biar mereka tahu dan belajar banyak hal di luar sana, bagaimana mengatasi hidup. Biarkan mereka dewasa!” ujar Juno sambil menutup buku.

“Kok masih saja ngomongnya gitu, Mas? Nggak ada rasa khawatir sedikit pun di hatimu? Memang kebangetan kamu, Mas!” sahut Rosa dengan sedikit sengit.

“Terus, harus gimana lagi? Membujuk sampai mengemis-ngemis pada mereka untuk kembali? Yang ada makin besar kepala mereka!”

Lihat selengkapnya