Keesokan harinya, setelah salat subuh, aku mengirim SMS ke Dokter Attala. Menanyakan penggantian jadwal jagaku di IGD, mengingat semalam aku membolos.
“Jam 7.” jawabnya singkat melalui SMS juga.
Aku pun bergegas mempersiapkan diri. Aku tidak ingin terlambat pagi ini. Karena aku tidak bisa berharap seniorku itu akan lebih bermurah hati, jika aku terlambat pagi ini.
Ketika aku baru selesai mengunci pintu kamarku, ponselku berbunyi satu kali. Tanda ada sebuah SMS masuk.
Selamat pagi, aku sudah menunggumu di depan pagar. A
Siapa “A”?
Dan pesan itu memang berhasil membuatku penasaran. Karena selama ini belum pernah ada seseorang yang secara sengaja menjemputku saat akan berangkat kerja. Kecuali supir taksi, tentu saja. Namun, aku kan belum lagi memesan taksi.
Aku mengintip dari balik tirai jendela ruang tamu. Dan menarik napas lega melihat sosok yang kukenal. Tepatnya baru kukenal kemarin. Dokter Abimanyu -Mas Bima- sedang berusaha membuka pagar. Aku segera membuka pintu rumah dan menemuinya di teras.
“Pagi, Mas.” sapaku.
“Pagi, “ jawabnya, “aku menjemputmu karena Attala memintamu tiba di IGD pada jam 7. Aku khawatir kau belum mendapat pesan darinya.”
“Sudah kok, tadi subuh.” kataku.
“Mau langsung berangkat sekarang?” tanyanya.
Aku mengangguk. Lalu kami berjalan menuju luar pagar.
Belum lagi aku selesai menutup dan mengunci pintu pagar kembali, tiba-tiba Mas Bima menahan tanganku, lalu ia melangkah kembali menuju teras.
“Maaf, aku lupa pamit pada orang tuamu.”
“Aku nge-kos di sini.”
“Oh. Kalau begitu, ayo kita berangkat sekarang.”