Celengan Rindu

Bisma Lucky Narendra
Chapter #8

Pesan Tuhan Ada Padanya

Tidak mudah memang mengenali aroma rasa yang sejati ; antara cinta dan nafsu!. Bagi pemain cinta, dua rasa itu serupa kembar siam, kembar identik yang tak mudah dikenali. Tetapi, bagi mereka yang saling tulus mencintai bisa dengan mudah mendengar intuisi arah hati dengan bening.


Pov Dokter Rendra Abimanyu.


Setelah pertemuan tidak sengaja di ruang praktek Najwa, dua pekan lebih aku sama sekali tak pernah berpapasan dengan Alina di rumah sakit. Wajar sebenarnya, mengingat rumah sakit ini terdiri dari beberapa lantai dan di bangun di atas tanah seluas 30.000 m2 lebih. Selain itu, aku pun menahan diri karena aku ingin menguji perasaanku padanya.

Tetapi pagi ini aku merasa rindu padanya, sehingga aku mengarahkan mobilku ke Cempaka Putih menuju rumah kosnya.

Saat aku tiba, bertepatan dia sedang menutup pintu pagar. Aku membunyikan klakson mobil satu kali, otomatis dia menoleh ke arah asal suara. Aku keluar dari mobil dan menghampirinya.

Dan senyum khasnya mengembang. Aku berdebar.

“Selamat pagi.” katanya.

“Selamat pagi,” jawabku. “Maaf, tak mengabari akan mampir kemari.”

Pagi ini, saat bermobil menuju tempat kerja bersamanya, hatiku terasa lebih ringan. Gedung-gedung sepanjang Jalan Thamrin-Sudirman yang biasanya menjemukan, hari itu terasa berbeda. Banyak hal yang bisa saling kami ceritakan tentang segala sesuatu yang berada di sepanjang jalan tersibuk di Indonesia ini. Aku bercerita padanya tentang makanan dan minuman di beberapa restoran yang pernah kudatangi, yang ada di dalam beberapa gedung pencakar langit itu.

Dia bercerita pernah mendatangi sebuah stasiun radio di perkantoran Sarinah hanya untuk mengirimkan makanan kesukaan penyiar favoritnya, dan kini ia merasa konyol atas ulahnya itu dulu. Kami bisa tertawa saat mengomentari iklan yang terpasang pada billboard. Atau berkomentar tentang berita yang kami dengar dari radio.

Sehingga perjalanan satu jam lebih ini terasa lebih singkat dari biasanya. Setibanya di areal parkir rumah sakit, aku menahan tangannya agar tidak segera turun.

“Alin, kalau aku mengantar dan menjemputmu seperti ini, adakah lelaki lain yang keberatan?”

Lihat selengkapnya