Celestial Odyssey The unknown Horizon

Arya Sanubari
Chapter #6

Bab 5 Gerbang buatan dan waktu yang hilang

2 jam setelah pendaratan di Planet air


Bau ozon terbakar masih menempel di setiap milimeter shuttle. Panel kanan sempat menganga setelah dihantam gelombang magnetik dan pusaran air asin, dan hingga sekarang, suara dengung arus pendek masih terdengar samar dari belakang kabin. Sato jongkok di bawah konsol utama, tangannya berlapis sarung tahan api, jari-jarinya bergerak seperti penari kuil kuno cepat, presisi, dan seolah tahu bahwa satu kesalahan saja bisa mengubah kami jadi debu kosmis.


“Kita kehilangan dua dari empat inverter daya,” gumamnya, tak pada siapa pun. “Tapi kalau kita nyambungin ulang dari loop cadangan, mungkin mungkin bisa nyalain mesin primer. Bukan ideal. Tapi cukup buat kabur dari sini.”


Satu teknisi lain Miranda mengangguk sambil menahan napas, menyambungkan kabel manual ke port override. Ada percikan. Shuttle bergetar sebentar, lalu layar avionik menyala redup seperti mata prajurit yang baru bangun dari tidur terlalu panjang. Sato menghantam tombol hijau tua yang sudah kehilangan labelnya.


> System reboot: 47% functionality restored.

Warning: Heat sink overload imminent. Liftoff not recommended.




Aku melihat Harlan. Ia tak berkata apa pun, tapi sorot matanya sudah bicara, kita tidak punya pilihan. Bahkan jika shuttle ini meledak di ketinggian 10 meter, lebih baik daripada mati perlahan di planet yang runtuh.


Namun setelah beberapa saat…


"Gelombang anomali kembali terdeteksi!" seru Harlan dari konsol pemantauan, suaranya nyaris tenggelam oleh bunyi alarm yang meraung tajam. Di layar utama, lautan menggulung ke langit. Sebuah tsunami kolosal, setinggi lebih dari 60 meter, melaju dengan kecepatan 210 km/jam menuju lokasi pendaratan.


"Tsunami lagi!?" Aku melompat dari kursiku, menatap layar dengan nadi berdegup keras. Pola gelombangnya tak wajar nyaris bersifat harmonik, seolah dikendalikan oleh denyut tertentu dari dalam kerak planet. "Sistem penstabil sudah aktif?"


"Masih kalibrasi ulang!" salah satu teknisi, Dr. Valez, menjawab dengan panik. “Gravitasi planet ini fluktuatif ada distorsi tak terduga pada medan tarikannya! Mesin belum mencapai ambang stabil!”


"Abaikan! Dorong saja ke kapasitas maksimum!" seruku. Aku tahu risikonya, tanpa sistem stabilisasi gravitasi bekerja penuh, shuttle bisa terkoyak oleh gaya inersia. Tapi tetap di sini bukan pilihan. "Kita hanya butuh momentum untuk lepas dari permukaan! Nyalakan mesin utama sekarang!"


Di belakangku, Akari berdiri kaku. Matanya masih kosong, efek kehilangan black box yang seharusnya merekam anomali temporal di dasar laut. Aku meraih lengannya.


"Akari! Duduk. Sabuk pengaman. Sekarang!" Nada suaraku keras, tapi bukan marah melainkan untuk memanggilnya kembali ke realitas.

Lihat selengkapnya