Celestial Odyssey The unknown Horizon

Arya Sanubari
Chapter #31

Bab 30: Misi Tanpa Kepulangan

•Bagian 1: Briefing dengan Para Atasan dari Jepang dan Sekutu


Tokyo, Jepang – Tahun 20XX


Ruangan briefing di markas besar Pasukan Bela Diri Jepang dipenuhi oleh para petinggi militer dan perwakilan sekutu dari Konfederasi Nordmark dan Kerajaan Velemark. Cahaya redup dari layar proyektor menyoroti wajah-wajah serius yang duduk di meja bundar besar.


Di tengah ruangan, Letnan Kolonel Ryouji Nakamura, pemimpin Unit S-32, berdiri tegak di depan para atasan. Tatapannya tegas, meskipun ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dalam briefing ini.


Seorang pria dengan seragam militer Konfederasi Nordmark, Jenderal August Reinhardt, menatap Nakamura dengan sorot tajam. "Letnan Kolonel Nakamura, misi ini tidak akan mudah. Target utama kita adalah memutus jalur suplai militer Persekutuan Slavia, yang mendapat dukungan logistik dari Kerajaan Velemark melalui wilayah perbatasan utara."


Jenderal dari Jepang, Takashi Watanabe, melanjutkan, "Kami telah mengidentifikasi titik transit utama mereka di kota Drovna, yang menjadi pusat distribusi logistik untuk pasukan garis depan mereka. Jika kita bisa menghancurkan depot utama di sana, kita bisa memperlemah mereka secara signifikan."


Jenderal Hayato Shimura, yang duduk di ujung meja, menyela dengan senyum tipis. "Keberhasilan misi ini akan menjadi pukulan telak bagi musuh, Nakamura. Ini akan menunjukkan kepada dunia bahwa Jepang siap mengambil peran yang lebih besar dalam menjaga stabilitas global." Ada sesuatu yang dingin dan menghitung dalam nada suaranya yang membuat Nakamura tidak nyaman.


Seorang perwira Kerajaan Velemark, Mayor General Klaus Dietrich, menyela, "Misi ini harus dilakukan secara rahasia. Kita tidak bisa membiarkan Persekutuan Slavia mengetahui keterlibatan kita langsung. Jika mereka tahu unit Jepang yang bertanggung jawab, situasi politik akan semakin rumit."


Nakamura mengangguk. "Berarti ini operasi infiltrasi?"


Jenderal Watanabe mengkonfirmasi, "Ya. Unit S-32 akan menyusup ke perbatasan melalui jalur udara ke Ostrov, lalu melanjutkan perjalanan darat ke Drovna. Kalian akan bekerja sama dengan agen intelijen Nordmark yang sudah berada di sana. Operasi ini harus bersih, tidak ada jejak yang bisa mengarah ke Jepang atau sekutu kita."


Seorang perwira muda dari Nordmark, Kapten Erik Voskov, berdiri dan menampilkan peta digital di layar. "Kami memiliki informan di dalam Drovna yang akan memberi kalian akses ke jalur suplai. Tapi ingat, kota itu penuh dengan mata-mata musuh. Jika kalian tertangkap, tidak akan ada bantuan yang datang. Kalian akan dianggap tidak pernah ada."


Ruangan menjadi hening. Semua orang memahami risiko yang terlibat.


Jenderal Reinhardt menatap Nakamura dengan penuh tekanan. "Letnan Kolonel, apakah Anda dan unit Anda siap menjalankan misi ini?"


Nakamura mengangkat kepalanya, menatap langsung ke arah para jenderal, terutama Shimura. "Unit S-32 akan menyelesaikan misi ini, apa pun yang terjadi." Ada tekad dalam suaranya, tetapi juga sedikit rasa dingin. Dia tidak tahu seberapa benar kata-katanya akan menjadi.



•Bagian 2: Keberangkatan ke Slavonia


Bandar Udara Militer Yokota, Jepang


Dini hari, hujan gerimis membasahi landasan pacu di Pangkalan Udara Yokota. Suara mesin pesawat C-130 Hercules bergemuruh, bersiap membawa Unit S-32 ke wilayah operasi mereka.


Letnan Kolonel Ryouji Nakamura berdiri di depan barisan pasukannya, matanya menyapu wajah-wajah tegang yang mengenakan perlengkapan tempur lengkap. Meskipun mereka adalah prajurit elite, misi ini tetap penuh ketidakpastian.


Di antara mereka, ada Letnan Takeshi "Taka" Shirogane, tangan kanan Nakamura dan teman seperjuangannya sejak awal karier militer mereka. Taka adalah pria bertubuh atletis dengan ekspresi tenang, seolah-olah perang hanyalah rutinitas harian baginya. Taka adalah orang yang paling dipercayai Nakamura di dunia.


Di sebelahnya, Sersan Haruto "Raven" Takagi, seorang penembak jitu berbakat yang memiliki reputasi sebagai "bayangan di medan perang". Rambut hitam pendeknya selalu berantakan, dan matanya tajam mengamati setiap detail di sekelilingnya.


Lalu ada Letnan Muda Kenji Arata, spesialis komunikasi dan sibernetika. Meskipun masih muda, ia memiliki keahlian luar biasa dalam enkripsi dan pemantauan elektronik.


Terakhir, Sersan Hana Fujimura, satu-satunya perempuan dalam unit, seorang ahli medis lapangan dengan pengalaman bertahun-tahun di zona konflik. Meskipun tampak dingin dan profesional, ia selalu menjadi yang pertama berlari untuk menolong rekan-rekannya.


Nakamura menarik napas dalam dan berbicara, suaranya mantap meski diterpa angin malam. "Misi kita sudah jelas. Kita akan terbang menuju pangkalan rahasia di Ostrov, lalu bergerak menuju Drovna dengan dukungan agen intelijen Nordmark. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Kita bukan hanya prajurit, kita adalah bayangan. Jika tertangkap, kita tidak ada. Jika gagal, dunia tidak akan tahu kita pernah ada."


Tidak ada yang berbicara, hanya anggukan kecil dari para anggota unitnya. Mereka sudah tahu taruhannya.


"Naik ke pesawat. Kita berangkat dalam lima menit."


---


Di Dalam C-130, Menuju Ostrov


Di dalam lambung pesawat yang berguncang karena turbulensi, suasana hening. Beberapa prajurit tidur untuk menyimpan energi, yang lain memeriksa perlengkapan mereka dengan cermat.


Nakamura duduk di bangku dekat pintu belakang, menatap peta digital di tangannya. Ia menghafalkan rute perjalanan mereka.


Taka duduk di sebelahnya, membuka ransel dan mengeluarkan dua kaleng kopi dingin. "Kau kelihatan tegang, Ryouji," katanya sambil menyerahkan satu kaleng ke Nakamura.


Nakamura menerimanya tanpa ekspresi. "Hanya memastikan semuanya berjalan sesuai rencana."


Taka terkekeh. "Kau selalu seperti ini sebelum operasi besar. Jangan terlalu serius, nanti kau jadi lebih tua sebelum waktunya."


Nakamura hanya mengangkat bahu. "Kita akan memasuki zona perang, Taka. Ini bukan latihan."


Taka menyesap kopinya dan bersandar ke dinding pesawat. "Kita sudah sering menghadapi situasi seperti ini. Bedanya, kali ini kita tidak punya backup."


Sersan Raven, yang duduk di seberang mereka, menyahut tanpa membuka matanya. "Dan itu yang membuatnya lebih menarik."


Hana, yang sedang mengutak-atik kotak medisnya, menggelengkan kepala. "Kau selalu berpikir seperti pemburu, Raven. Kali ini kita yang diburu, jangan lupa itu."


Sementara itu, Kenji sibuk dengan tablet militer di tangannya. "Aku masih mencoba memecahkan beberapa kode komunikasi musuh yang kita dapatkan dari briefing. Sepertinya mereka memperkuat pengamanan di Drovna. Akan lebih sulit masuk dibanding yang kita kira."


Nakamura menghela napas. Ia sudah menduga ini bukan akan jadi infiltrasi biasa.


Setelah beberapa jam, lampu merah di dalam pesawat menyala. Pilot berbicara melalui interkom, "Sepuluh menit lagi kita tiba di Ostrov. Bersiap untuk pendaratan."


Nakamura bangkit, merapikan rompinya, lalu melihat ke arah pasukannya. "Ingat tujuan kita. Kita bukan hanya prajurit, kita adalah harapan bagi mereka yang tertindas. Kita bergerak cepat, tanpa jejak. Tidak ada kesalahan."


Taka menepuk bahunya. "Seperti biasa?"


Nakamura mengangguk. "Seperti biasa." Tapi matanya menatap Taka lebih lama dari biasanya, seolah mengucapkan selamat tinggal.


Pesawat mulai menurunkan ketinggian, suara mesin menggelegar di tengah badai salju.


Perjalanan mereka menuju perang baru, dan kehancuran, telah dimulai.



•Bagian 3: Pendaratan dan Memulai Misi


Pangkalan Rahasia Ostrov, Nordmark


Salju tipis menyelimuti daratan Ostrov ketika C-130 Hercules akhirnya mendarat di landasan pacu tersembunyi di dalam hutan lebat. Cahaya dari lampu pangkalan berpendar redup di balik kabut dingin.


Saat pintu pesawat terbuka, Nakamura dan unitnya segera turun, disambut oleh angin dingin yang menusuk. Mereka berbaris rapi, memperhatikan sekelompok prajurit berpakaian loreng putih mendekati mereka.


Seorang pria jangkung dengan mantel militer tebal melangkah ke depan. Mayor Aleksandr Petrov, perwakilan militer Nordmark, menyambut mereka dengan ekspresi serius. "Letnan Kolonel Nakamura?" tanyanya dalam bahasa Inggris dengan aksen berat.


Nakamura mengangguk dan menjabat tangannya. "Selamat datang di Ostrov. Kami sudah menyiapkan semua yang kalian butuhkan."


Mereka segera dibawa ke dalam hanggar besar yang difungsikan sebagai markas sementara. Di dalamnya, peta elektronik besar menampilkan daerah Drovna, kota yang menjadi target mereka.


Kapten Vera Kuznetsova, agen intelijen Nordmark, menunggu mereka di dalam ruangan. Rambut coklat pendeknya terselip rapi di bawah baret, dan tatapannya tajam menilai kedatangan unit Nakamura. "Kalian datang lebih cepat dari yang kami perkirakan," katanya tanpa basa-basi.


Nakamura menarik kursi dan duduk di depan peta digital. "Apa kondisi di Drovna?"


Vera menekan beberapa tombol, menampilkan rekaman udara terbaru dari drone pengintai. "Pasukan musuh telah memperketat pertahanan mereka di pusat kota. Ada enam pos pemeriksaan utama dan patroli bersenjata di setiap sudut. Kami juga mendeteksi adanya konvoi suplai yang dikawal ketat."


Taka, yang berdiri di samping Nakamura, menyipitkan mata. "Konvoi suplai itu tujuan kita, bukan?"


Vera mengangguk. "Betul. Jika kita bisa menghancurkan atau merebutnya, itu akan menjadi pukulan besar bagi mereka."


Nakamura mengamati peta dengan seksama. "Bagaimana dengan rute penyusupan?"


Kenji, yang sibuk mengakses jaringan komunikasi, menyela, "Aku baru saja meng-hack beberapa jalur komunikasi mereka. Sepertinya mereka tidak menyangka serangan dari arah selatan. Itu mungkin celah terbaik kita."


Vera menambahkan, "Kami punya jaringan informan di kota. Salah satunya adalah seorang dokter di rumah sakit pusat. Dia bisa menjadi titik kontak kalian jika butuh bantuan."


Nakamura mengangguk. "Baik. Kita berangkat dalam satu jam. Siapkan semua perlengkapan." Dia melihat Taka. "Taka, bersiaplah. Perasaanku buruk tentang ini."


---


Penyusupan ke Drovna


Unit Nakamura bergerak dalam formasi ketat, mengenakan pakaian tempur gelap yang menyatu dengan malam. Mereka menyusuri jalur hutan, berjalan dalam senyap di bawah bayang-bayang pepohonan.


Raven merapat ke Nakamura dan berbisik, "Aku melihat dua penjaga di depan."


Nakamura memberi isyarat kepada Taka dan Kenji. Dengan gerakan terlatih, mereka merayap mendekati target. Dalam hitungan detik, dua penjaga itu terjatuh tanpa suara, dilumpuhkan dengan pisau.


Mereka melanjutkan perjalanan ke dalam kota. Jalanan gelap, hanya diterangi lampu redup dari bangunan rusak.


Setelah satu jam bergerak, mereka mencapai lokasi pengamatan di lantai tiga sebuah bangunan tua. Dari sana, mereka bisa melihat konvoi suplai musuh yang diparkir di alun-alun kota, dijaga oleh puluhan tentara bersenjata.


Hana berbisik, "Ini lebih banyak dari yang kita perkirakan."


Nakamura tidak terkejut. "Kita tetap pada rencana. Begitu kita dapat celah, kita serang."


Tapi sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, Kenji menerima sinyal mencurigakan di komunikatornya. "Nakamura-san… kita punya masalah. Sepertinya mereka tahu kita ada di sini."


Seketika, suara sirene berbunyi keras di seluruh kota.


Posisi mereka telah terbongkar. Perangkap itu telah ditutup.



•Bagian 4: Pengkhianatan


"Mereka Tahu Kita Ada di Sini"


Sirene meraung di seluruh kota. Lampu sorot mulai menyapu jalanan, mencari penyusup. Nakamura dan unitnya segera merapat ke dinding, menekan tubuh mereka ke bayangan bangunan yang hancur.


"Sial," desis Kenji, matanya terpaku pada perangkat komunikasinya. "Mereka tidak seharusnya tahu kita di sini secepat ini."


Vera, yang ikut bersama mereka sebagai pemandu, mengumpat dalam bahasa Nordmark. "Ini mustahil. Kita sudah memastikan jalur aman."


Dari kejauhan, suara kendaraan lapis baja mendekat. Nakamura melihat ke bawah. Di alun-alun, pasukan musuh yang tadi berjaga di sekitar konvoi suplai kini berhamburan, mencari posisi tempur. "Mereka tidak bereaksi seperti ini jika hanya menghadapi unit kecil," gumam Raven.


Nakamura menyadari sesuatu yang janggal. Ini bukan reaksi standar terhadap unit penyusup. Ini adalah respons terhadap ancaman besar. Dia ingat ekspresi Shimura saat briefing.


Dan itu berarti…


Mereka tahu siapa mereka. Mereka *menunggu* mereka.


---


Disergap


"Kita keluar dari sini, sekarang," perintah Nakamura.


Mereka mulai mundur melalui gang sempit, bergerak secepat mungkin tanpa menarik perhatian. Tapi tak lama kemudian, suara sepatu bot terdengar semakin dekat.


"Jalan keluar ke selatan," kata Vera, menunjuk peta holografis kecil di tangannya. "Ada lorong bawah tanah yang bisa membawa kita ke luar kota."


Namun sebelum mereka bisa mencapai titik itu, suara ledakan mengguncang udara. Bangunan di depan mereka runtuh, menghalangi jalan.


"Mundur!" teriak Hana.


Tiba-tiba, peluru mulai menghujani mereka dari gedung-gedung tinggi di sekitar. Nakamura dan unitnya langsung berlindung di balik reruntuhan. "Sniper! Mereka sudah siap," seru Kenji.


Hana berteriak sambil menahan bahunya yang berdarah. Darah menyembur melalui jari-jarinya. Nakamura segera menariknya ke perlindungan, sementara Taka membalas tembakan dengan senapan serbu.


Di tengah kekacauan, suara radio berbunyi di telinga Nakamura. "Unit S-32, kalian adalah pahlawan sejati."


Suara itu berasal dari frekuensi militer mereka sendiri. Suara Jenderal Hayato Shimura, atasan mereka di Tokyo. "Misi kalian telah berhasil, lebih dari yang kami harapkan."


Darah Nakamura berdesir. Bukan karena kemenangan. Tapi karena ada sesuatu dalam nada suara Shimura yang terasa seperti penghinaan.


"Sayangnya, kalian harus tetap di sana lebih lama. Fokus musuh kini sudah tertuju kepada kalian. Itu memberi kita kesempatan besar di front utama."


Nakamura membeku. Nada suara Shimura dingin, tanpa emosi, kalkulatif. "Kita *menggunakan* mereka," pikir Nakamura.


Matanya menyapu sekeliling. Hana berjuang menahan pendarahan, wajahnya pucat pasi. Kenji berusaha menstabilkan sinyal komunikasi, tetapi matanya dipenuhi ketakutan. Raven dan Taka menembak tanpa henti, mengcover posisi mereka, tetapi bahkan Raven yang tanpa emosi pun tampak khawatir.


Mereka semua sedang mati-matian bertahan hidup.

Lihat selengkapnya