Celestial Odyssey The unknown Horizon

Arya Sanubari
Chapter #34

Bab 33: Jejak Sang Arsitek Takdir

Sinar merah yang menyala-nyala dan suara gemuruh yang menakutkan tidak menghentikan Arya. Ia berlari memasuki goa, rasa ingin tahu yang membara mengalahkan akal sehatnya. Akari, meskipun merasa sedikit khawatir, tidak bisa membiarkan Arya pergi sendirian. Dengan sekuat tenaga, ia berlari menyusul Arya, memasuki kegelapan goa.


Lorong sempit itu sunyi dan dingin. Dindingnya tak seperti batu biasa, melainkan licin, nyaris seperti material sintetis yang sudah ditinggalkan waktu. Arya mengaktifkan senter, mengarahkan cahayanya menyusuri permukaan berurat yang membentuk pola-pola geometris kompleks.


“Kau yakin tempat ini… alami?” tanya Akari dengan suara berbisik.


Arya menatap sekeliling, lalu menjawab pelan, “Tidak. Goa ini... seolah dibentuk, bukan terbentuk.”


Mereka melangkah makin dalam. Cahaya redup akhirnya memandunya menuju ruang terbuka. Di tengah ruangan, sebuah meja logam berlapis karat berdiri, dikelilingi jurnal-jurnal tua dan perangkat ilmiah usang. Di udara tercium aroma ozon dan sesuatu yang asing, seperti ion bermuatan tinggi yang membekas dari eksperimen besar.


Arya membuka salah satu jurnal. Di dalamnya, ia menemukan diagram kuantum, persamaan medan, dan catatan tentang "spasialisasi singularitas waktu." Ia mengerutkan dahi.


Akari mendekat dan mengamati cepat. “Ini... ini bukan sekadar jurnal biasa. Ini jurnal milik seseorang yang tahu jauh lebih banyak dari yang seharusnya."


“Maksudmu?” tanya Arya.


Akari menunjuk ke halaman berisi sketsa lorentzian wormhole dan catatan tentang manipulasi waktu lokal. “Lihat ini. Dia berbicara tentang exotic matter materi dengan energi negatif yang mampu menstabilkan wormhole statis.”


“Dia menggunakan... partikel eksotik?” gumam Akari sambil mengernyit. “Bahasanya sulit, tapi sepertinya benar… di sini tertulis sesuatu seperti ‘μ-negatif flux stabilizer’... dan ‘geometri Euclidean terbalik’. Apa maksudnya, Arya?”


Arya menyipitkan mata, lalu menjatuhkan pandangannya ke arah jurnal yang dibuka oleh Akari. Ia mengambil napas dalam, mencoba menyusun penjelasan yang masuk akal.


“Itu… itu teori tentang wormhole statis,” ujar Arya perlahan. “Bukan wormhole sembarangan seperti yang biasanya muncul karena ketidaksengajaan atau ketidakstabilan gravitasi ekstrem. Wormhole statis bisa dibentuk dan dipertahankan dalam waktu lama… asalkan ada bahan yang tepat.”


Akari menoleh. “Bahan yang tepat? Maksudmu... partikel eksotik itu?”


Arya mengangguk. “Iya. Exotic matter materi eksotik adalah bahan hipotetik yang memiliki massa negatif. Kalau biasanya gravitasi menarik, materi ini melakukan sebaliknya: mendorong. Bayangkan kau mencoba membuka lubang di kertas, lalu menahannya agar tidak tertutup. Exotic matter bekerja seperti jepitan yang menjaga mulut wormhole tetap terbuka. Tanpa itu, lubangnya langsung kolaps karena tekanan ruang-waktu.”


Akari tampak terpukau, dan sedikit bingung. “Tapi… bagaimana caranya benda itu bisa eksis? Bukankah tidak ada massa negatif di alam semesta kita?”


Arya mengangguk pelan, lalu tersenyum pahit. “Belum… atau setidaknya belum kita temukan di Bumi. Tapi di jurnal ini dan dari yang pernah aku pelajari di pelatihan fisika gravitasi lanjutan ada teori bahwa materi eksotik bisa muncul sebagai hasil dari fluktuasi kuantum ekstrem… di dekat black hole… atau di laboratorium dengan tekanan energi absurd.”


Akari membalik halaman jurnal lagi, matanya bersinar. “Jadi… profesor ini menciptakan wormhole-nya sendiri? Bukan sekadar menemukannya?”


“Kelihatannya begitu,” jawab Arya. Ia menyentuh dinding batu di belakang mereka. “Goa ini bukan alami. Aku curiga ini bagian dari fasilitas atau observatorium rahasia. Jika dia berhasil menstabilkan wormhole dengan exotic matter, maka wormhole itu bisa tetap terbuka puluhan atau bahkan ratusan tahun, tanpa kolaps.”


Arya kemudian menunduk, ragu sejenak. “Akari… ingat planet air yang kita datangi setelah melewati wormhole?”


Akari mengangguk pelan, wajahnya menegang.


“Waktu terasa berbeda di sana. Semua sensor menunjukkan kehancuran baru saja terjadi, tapi berdasarkan log misi, tim ekspedisi pertama kita seharusnya dikirim delapan puluh tahun yang lalu.”


“Benar…” Akari bergumam, wajahnya memucat. “Kau bilang, kemungkinan mereka terdampar di dekat black hole, jadi waktu di sekitar mereka melambat…”


Arya mengangguk dalam. “Dan menurut jurnal ini… wormhole yang kita lalui mungkin adalah wormhole yang sama… yang digunakan oleh tim ekspedisi pertama. Mereka masuk ke tempat yang sama, tapi keluar di waktu yang berbeda. Bisa jadi sang profesor memanfaatkan stabilitas wormhole statis ini untuk memanipulasi titik keluarnya bukan hanya tempat, tapi juga waktu.”

Lihat selengkapnya