Setelah perjalanan yang terasa seperti selamanya, tim ekspedisi akhirnya tiba di Odyssey, kapal induk yang mengorbit planet ketiga. Begitu ramp shuttlenya terbuka, udara steril kapal menyambut mereka, menggantikan atmosfer planet yang penuh debu dan ketegangan.
Nakamura berdiri dengan tangan terlipat di dada, ekspresi wajahnya sulit ditebak. Matanya menelusuri setiap anggota tim sebelum berhenti pada Akari, yang masih tak sadarkan diri dalam pelukan Elijah Strauss.
"Segera bawa dia ke kabinnya," perintah Nakamura, suaranya tegas. "Pastikan Dr. Carter memeriksanya."
Strauss mengangguk, tanpa banyak bicara langsung mengangkat Akari dan membawanya keluar dari ruang docking. Sachi Hayase, yang sejak tadi memperhatikan, menyusul mereka tanpa diminta.
Nakamura lalu menatap sisa tim. "Sekarang, jelaskan. Apa yang kalian temukan?"
Daniel Kovacs, melangkah maju, mengangkat beberapa jurnal yang mereka bawa dari reruntuhan. "Kami menemukan catatan yang tampaknya ditulis oleh seorang ilmuwan. Bahasa yang digunakan tidak sepenuhnya asing, tapi strukturnya menunjukkan bahwa mereka berasal dari peradaban yang sudah sangat maju. Ada banyak simbol yang mencerminkan konsep teknologi tinggi, mungkin terkait manipulasi ruang-waktu."
Mendengar itu, Nakamura mengernyit. "Manipulasi ruang-waktu?"
"Ya," Daniel menegaskan. "Ada satu catatan yang cukup mencolok, mereka berbicara tentang sebuah upaya untuk mengubah sejarah. Seorang ilmuwan dari peradaban ini tampaknya menyadari kehancuran yang akan terjadi dan mencoba kembali ke masa lalu untuk mencegahnya."
Suasana di ruangan menjadi sunyi. Nakamura menatap jurnal-jurnal itu seolah benda-benda tersebut bisa berbicara. "Dan apakah ada gambaran siapa mereka?"
Daniel menggeleng. "Tidak ada nama spesifik, hanya gelar. Tapi mereka meninggalkan petunjuk yang tampaknya mengarah ke sesuatu yang lebih besar."
Nakamura menghela napas berat, lalu memberi isyarat pada tim untuk beristirahat. "Kita akan membahas ini lebih lanjut nanti. Sekarang kalian bisa kembali ke kabin masing-masing."
Satu per satu, para kru meninggalkan ruangan, kecuali Arya. Nakamura tetap berdiri di tempatnya, memperhatikan pemuda itu. Setelah beberapa detik hening, ia akhirnya berkata, "Arya, aku ingin bicara denganmu sebentar."
Kenangan yang Tersimpan dalam Bayangan
Arya tidak mengatakan apa pun, hanya menatap kaptennya dengan ekspresi penasaran. Nakamura berjalan mendekat, tangannya terselip di saku celana.
"Sebelum ekspedisi ini dimulai," kata Nakamura perlahan, "aku bertemu dengan adikmu."
Arya membelalakkan mata. "Elena?"
Nakamura mengangguk. "Aku tidak tahu kalau kakaknya yang dia banggakan itu ternyata adalah kau. Dia bercerita tentang bagaimana kakaknya yang luar biasa mengurusnya, bagaimana kau adalah satu-satunya alasan dia bertahan."
Arya tertawa kecil, tapi suaranya getir. "Dia memang selalu berlebihan."
"Tidak," Nakamura menatapnya dengan serius. "Dia benar."
Hening sejenak sebelum Nakamura melanjutkan. "Aku juga bertemu dengan ibu tirimu dulu, sebelum dia meninggal. Aku tidak menyangka dia adalah orang yang pernah kuselamatkan saat masih bertugas."
Arya menatapnya, kali ini dengan keterkejutan yang lebih dalam. "Tunggu... Kapten, jangan bilang..."
"Ya," Nakamura mengangguk pelan. "Saat perang saudara, timku menyelamatkan seorang wanita dan bayinya. Aku tidak pernah tahu bagaimana nasib mereka setelah itu... sampai aku menyadari bahwa bayi itu adalah adikmu."
Arya menundukkan kepala, mengingat semua hal yang telah terjadi dalam hidupnya, kematian ibunya, kepergian ayahnya, perjuangannya menghidupi Elena, dan bagaimana ia hampir kehilangan segalanya.
"Jadi, Profesor Satou benar-benar membawamu keluar dari kegelapan," Nakamura melanjutkan, dengan nada suara yang lebih lembut.