Celestial Odyssey The unknown Horizon

Arya Sanubari
Chapter #43

Bab 42: Harga Sebuah Langkah

Jauh dari Mata Orang-Orang


Udara di sekitar distrik terpencil itu lebih dingin dibandingkan pusat kota.


Fidelis Caelora membawa Arya menjauh dari pemukiman bangsawan dan rakyat jelata, ke sebuah tempat yang lebih sepi, sebuah kompleks bangunan tua yang tampaknya sudah lama tidak digunakan.


Saat mereka tiba di dalam ruangan yang dipenuhi perabotan antik, Arya belum sempat berbicara ketika tiba-tiba tubuhnya terdorong ke belakang.


Brak!


Punggungnya membentur dinding, dan sebelum ia sempat bereaksi, Fidelis telah mendekatkan wajahnya ke wajahnya.


Cahaya redup di ruangan itu membuat mata emas Fidelis bersinar berbahaya, memperlihatkan ekspresi yang jauh berbeda dari biasanya.


Bukan ekspresi seorang pelayan kerajaan yang anggun dan lembut.


Tetapi ekspresi seseorang yang sedang menggali jawaban.


"Apa yang membuatmu datang ke sini?" suaranya terdengar pelan, tetapi menekan.


Arya tetap diam, mencoba membaca maksud di balik sikap Fidelis yang tiba-tiba berubah ini.


"Tempatmu berada di pedalaman, jauh dari ibu kota Aurelion." Fidelis menyusuri wajahnya dengan tatapan intens. "Seharusnya kau memerlukan 15 tahun perjalanan untuk sampai ke sini, tetapi aku dengar kau hanya membutuhkan 10 tahun."


Ia tersenyum kecil. "Padahal, kalau kau menggunakan LeviShip, kau hanya butuh tiga bulan."


Jari telunjuk Fidelis terangkat, mengangkat dagu Arya dengan sentuhan yang terasa seperti perpaduan antara ejekan dan rasa penasaran.


"Jadi..." suaranya terdengar lembut tetapi menusuk. "Katakan padaku sekarang... Apa tujuanmu datang ke sini?"


Arya tetap diam, tetapi di dalam pikirannya, ia menyusun jawaban.


Fidelis mendekat sedikit lagi, menyipitkan mata. "Aku masih mengingat sesuatu."


Ia tersenyum tipis, matanya berbinar seakan menemukan sesuatu yang menarik.


"Dulu, kau berkata bahwa kau mencintai Seraphina, bukan?"


Arya menghela napas dalam, tidak menyangka bahwa ini akan menjadi topik utama percakapan mereka.


Fidelis terkekeh, matanya penuh permainan. "Jadi, kau datang ke sini untuk melamarnya? Atau hanya ingin sekadar bertemu dengannya?"


Ia lalu berpura-pura berpikir. "Oh iya! Aku baru ingat, kau ingin mendaftar sebagai prajurit, kan? Kenapa tidak menghubungiku saja?"


Ia tersenyum tajam. "Ah, benar. Kau hanyalah rakyat jelata."


Lihat selengkapnya