Balairung Solaris dipenuhi cahaya keemasan dari kristal-kristal langit-langit, berpendar lembut di atas lantai marmer hitam yang memantulkan siluet para bangsawan. Aroma wangi kayu cendana bercampur dengan wewangian khas para tamu yang mengenakan jubah megah berhiaskan lambang keluarga mereka.
Di atas singgasana utama, Ratu Lyndia Solis duduk dengan wibawa yang tak tergoyahkan, mengenakan mahkota berbentuk matahari yang bersinar redup. Di sisinya, berdiri seorang perempuan dengan jubah putih keemasan, mahkota kecil bertatahkan safir biru di kepalanya.
Seraphina Solis.
Arya menatapnya sejenak, tanpa sadar menghentikan langkahnya.
Ada sesuatu yang aneh.
Seraphina tidak seperti yang ia ingat.
Dulu, gadis itu memiliki senyuman yang cerah, sorot mata yang hangat, seperti matahari yang selalu menyambutnya saat ia kembali ke ladang di rumah. Tapi perempuan yang berdiri di sana sekarang... terlihat dingin dan jauh.
Matanya kosong, seolah menolak untuk memancarkan emosi apa pun.
Itu bukan Seraphina yang ia kenal.
Arya merasakan dadanya menegang. Ia ingin mendekat, ingin memastikan bahwa ini bukan hanya ilusi.
Namun, saat ia melangkah maju—
“Mau ke mana kau?”
Tangan Arya tiba-tiba ditahan.
Duke Varian berdiri di sampingnya, menggenggam pergelangan tangannya erat.
“Jangan lupa tugasmu, prajurit. Kau bukan tamu di sini.”
Nada suaranya merendahkan, penuh peringatan.
Arya mengepalkan tangannya, mengingat perintah yang diberikan Selene padanya sebelum ia terjebak dalam situasi ini. Ia harus menjaga Duke Varian, memastikan dirinya tidak membuat kesalahan sekecil apa pun.
Jika ia bertindak gegabah... itu bisa menjadi akhir dari segalanya.
“Aku hanya akan berdiri di sini, Tuan.” jawab Arya akhirnya, menahan emosinya.
Duke mendecakkan lidahnya.
“Bagus. Tetaplah seperti itu. Jika kau mempermalukanku di depan para bangsawan, aku pastikan kau tidak akan pernah kembali dengan selamat.”
Arya mengangguk pelan, mencoba mengendalikan debaran jantungnya yang masih belum stabil.
Namun, sebelum ia bisa menenangkan pikirannya—
Seseorang melihatnya.
Tatapan yang tajam.
Fidelis Caelora.
Arya membeku.
Fidelis berdiri di sudut ruangan, bersandar pada pilar marmer hitam dengan tangan terlipat. Mata emasnya bersinar dalam remang cahaya, dan saat ia menangkap sosok Arya