Udara malam terasa dingin menusuk, seakan mencerminkan ketegangan yang kini menggantung di udara. Arya nyaris terseret ketika Duke Varian menggiringnya keluar dari aula perjamuan. Langkah mereka bergema di sepanjang koridor batu, menjauh dari keramaian.
Arya mencoba mengendalikan napasnya, tetapi pikirannya berputar cepat. Duke membawanya ke barak? Untuk apa? Apakah dia akan melaporkannya ke Selene? Atau lebih buruk lagi, mencari alasan untuk menyingkirkannya secara diam-diam?
Duke Varian dikenal bukan hanya sebagai seorang bangsawan berpengaruh, tetapi juga seseorang yang tak ragu menyingkirkan lawannya dengan cara yang paling kotor.
Namun sebelum Arya sempat mengambil keputusan untuk melawan atau kabur, suara langkah cepat terdengar dari belakang.
"Berhenti."
Sebuah suara dingin, namun penuh otoritas.
Duke Varian menghentikan langkahnya dengan enggan, mendengus kesal sebelum menoleh.
Di bawah cahaya remang-remang obor, seorang perempuan berdiri tegak, mengenakan jubah panjang yang berkibar tertiup angin malam. Rambut peraknya berkilau seperti serpihan bulan, dan matanya yang tajam seperti mata elang mengunci Duke dalam tatapan yang penuh ancaman.
Fidelis Caelora.
"Ah, Fidelis," Duke menyeringai, meski ada ketegangan yang terlihat di wajahnya. "Cepat sekali kau datang."
"Apa yang ingin kau lakukan dengan prajurit kami?" Fidelis bertanya dengan nada datar, tetapi ada sesuatu dalam suaranya yang membuat udara seketika terasa lebih berat.
Duke mengangkat bahu, berusaha terlihat santai. "Hanya ingin berbincang. Memberi sedikit pelajaran agar dia tahu tempatnya."
Fidelis menyipitkan mata. "Bincang? Aku ragu." Ia melangkah lebih dekat, matanya tak lepas dari Duke. "Aku sudah lama mendengar rumor tentangmu, Duke. Bahwa kau menyingkirkan mereka yang menghalangimu, bahwa kau tidak segan membunuh demi... kesenangan pribadimu."
Duke tertawa kecil. "Rumor tetaplah rumor, Fidelis. Kau tidak punya bukti."
"Aku hanya perlu satu kesalahan darimu," bisik Fidelis, "dan kau akan kehilangan segalanya."
Duke terdiam sesaat. Ia tahu Fidelis tidak asal bicara. Perempuan ini bukan hanya seorang ilmuwan jenius, tetapi juga memiliki pengaruh yang cukup besar di dalam kerajaan.
Akhirnya, dengan gerakan kasar, Duke melepaskan cengkeramannya pada Arya, mendorongnya ke arah Fidelis.
"Kau beruntung, jelata," katanya dingin. "Jika perempuan ini tidak cukup berpengaruh, maka—"
Tatapan Fidelis yang tajam membuat Duke menghentikan kalimatnya. Ia mendengus, lalu berbalik, pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi.
Keheningan menyelimuti mereka sesaat.
Arya menghembuskan napas lega. "Terima kasih," katanya pelan.