Kekacauan meledak di seluruh penjuru Aurelion.
Langit yang semula bersinar keemasan kini diwarnai api dan kepulan asap. Cahaya yang dulu megah berubah menjadi kobaran kehancuran. Raungan sirene bercampur dengan jeritan rakyat yang berlari ketakutan, sementara di kejauhan, kapal-kapal perang musuh melayang di atas cakrawala seperti elang yang siap mencabik mangsanya.
Di tengah situasi itu, Fidelis berlari melewati koridor kerajaan, jubahnya berkibar, wajahnya penuh kemarahan. "Sialan... Dyson Sphere... teknologi itu seharusnya tidak ada di tangan mereka!" desisnya.
Ia berhenti sejenak, menarik napas dalam, sebelum tatapannya tertuju pada seseorang di ujung ruangan, Senja.
"Kau..." Mata Fidelis menyala penuh kebencian. "Kau pengkhianat!"
Tanpa ragu, Fidelis mencabut senjatanya dan melesat ke arahnya. Senja mengangkat pedang untuk menangkis, dan benturan energi meledak di antara mereka, memancarkan kilatan cahaya yang menerangi aula yang remang.
Sementara itu, di tempat lain, Arya mendengar suara Fidelis dan segera berlari ke arahnya. Namun, sebelum ia bisa mencapai mereka, Fidelis menoleh sekilas dan berteriak, "Arya! Sekarang kau harus pergi! Amankan Seraphina dan ibunya!"
"Tapi—"
"Pergi, sekarang juga!"
Arya menggertakkan giginya dan mengangguk. Dengan cepat, ia melesat ke Balairung, tetapi begitu tiba di sana, tempat itu kosong. Tidak ada jejak Seraphina ataupun Ratu.
---
Arya terus berlari, menelusuri seluruh istana Aurelion yang begitu luas. Pikirannya berpacu dengan kecemasan.
Dimana mereka? Apakah mereka melarikan diri? Apakah mereka sudah tertangkap?
Di luar sana, suara ledakan semakin mendekat. Kota-kota sekitar mulai hancur, rakyat dibantai tanpa ampun, perempuan dijarah, anak-anak dibunuh dengan keji.
Arya belum menyadari semuanya. Ia masih naik, mendaki tangga demi tangga, berharap Seraphina berada di lantai atas.
Sepuluh tangga.
Dua puluh.
Lima puluh.
Seratus.
Akhirnya, ia tiba di puncak, namun tetap tidak menemukan siapa pun.
Kemana perginya para bangsawan? Apakah mereka sudah kabur dengan LeviShip ke planet tetangga?
"Sial," gumam Arya, mengepalkan tinjunya. "Aku harus segera menemukan Seraphina."
Namun sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, suara langkah kaki berat mendekat.
Arya segera bersembunyi di balik salah satu pilar, matanya menajam saat melihat sekelompok prajurit musuh menduduki istana.
"Hahaha! Takutlah!" salah satu dari mereka tertawa. "Bintang kalian sedang kami hisap energinya! Jika bintang itu mati, seluruh tata surya kalian akan lenyap!"
Arya menahan napas, tatapannya tertuju pada senjata yang tergeletak di dekat kaki mereka.
Tidak ada pilihan lain...
Ia mencengkeram pisau pemberian ibunya, mengatur napas, lalu—
Dengan kecepatan luar biasa, Arya melesat dari tempat persembunyiannya!
Pisau di tangannya berkilat saat ia menerjang musuh pertama, menyayat lehernya dalam satu tebasan. Darah muncrat, namun Arya sudah berputar, menghindari tembakan yang dilepaskan salah satu prajurit.
Ia melompat ke dinding, menggunakan momentumnya untuk menendang kepala prajurit lain hingga berputar tak wajar. Senjata musuh terjatuh, Arya menangkapnya di udara, membalik tubuhnya dan menembakkan tiga peluru tepat ke jantung lawan berikutnya.
"Brengsek—"
Seorang prajurit berusaha menebasnya, tapi Arya merunduk, berputar, dan menancapkan pisaunya ke perut musuh.