Lili memberhentikan mobilnya di depan rumah Lau. Hujan yang mulai reda masih menyisahkan tetesan air yang jatuh sesekali. Wiper mobil bergerak naik turun membersihkan air yang menghalangi pandangan.
Lau masih menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Dengan wajah sedih Lili dan Sasa saling pandang, masih merasa bersalah. Sasa menunjuk Lau dengan dagunya, mengkode Lili untuk segera membujuk Lau.
"Lau … Lau," Lili memegang bahu Lau dan mengelusnya.
"Udah deh Lau. Insiden kayak tadi tuh sering terjadi. Aku juga sering ngalami kok," tambah Sasa.
"Benar kata Sasa. Jangan sedih lagi."
Tidak ada jawaban dari Lau. Lantas Lili menggoyangkan tubuh Lau dengan tangannya yang masih di bahu Lau. Tangan yang menutupi wajah Lau terkulai. Tampak di baliknya Lau yang sudah tertidur pulas dengan mulut yang sedikit terbuka, ada iler yang tinggal menunggu aba-aba akan jatuh.
"Kirain masih gak mood tahunya mood ... lor," sahut Sasa yang kesal.
"Bobok siangnya lanjut di rumah nona …" ucap Lili di telingan Lau dan membuat Lau terbangun.
Perlahan Lau membuka matanya. Menguap lebar dan menarik kembali iler yang hampir jatuh. Lalu mengucek matanya karena pandangannya masih samar-samar.
"Udah sampai," ucap Lau sambil menguap lebar.
"Dari tadi."
"Kayaknya harus ganti model rambut deh. Bosen kepang dua mulu," ucap Sasa yang dari tadi berkaca di spion mobil.
"Nggak usah banyak tingkah, itu sudah paling bagus. Aku harus kehilangan rambut indahku demi rambut dora ini dan poni selamat datang," jawab Lili sambil menoyor Sasa lalu kembali merapikan poninya.
"Iya itu udah paling bagus," sahut Lau lalu turun dari mobil dengan sedikit sempoyongan.
"Hati-hati."
"Kacamata kamu ketinggalan Lau."
Lili membuka kaca lalu memberikannya pada Lau yang menunggu diluar.
"Nih mata mulai sakit karena pakai kacamata seharian."
"Sama. Nih juga," Lili menunjuk matanya yang kemerahan dan tampak lelah.
"Aku masuk dulu, setidaknya bisa bebas sejenak," ucap Lau masuk ke dalam rumah. Dia menyeret tasnya yang berat.