Lau menuruni anak tangga dengan tidak bersemangat, wajahnya terus ditekuk. Menggendong Tote bag yang penuh dengan buku-buku. Daniel sudah Stand by di meja makan. Dia terus memperhatikan Lau sambil menyeruput kopi hitam.
"Pagi gadis berkacamata," sapa Daniel.
"Lau. Panggil aku Lau."
"Gadis berkaca mata lebih estetik."
Lau tidak menjawab. Dia sedang tidak mau berdebat.
"Minum."
"Kayak orang tua. Minumannya kopi," Lau menaruh tote bag di atas meja makan.
"Merusak pemandangan. Begini lebih bagus," Daniel memindahkan tote bag di bawah meja makan.
"Suka … suka. Jangan ngatur," Lau menarik kursi.
"Tapi kalau tanpa kacamata akan terlihat lebih manis."
Daniel hendak melepas kacamata Lau. Dengan cepat Lau menghindar. Menghalau tangan Daniel dengan lengannya.
"Bisa sopan sedikit nggak."
"Ups … maaf."
"Tante Siska," teriak Lau.
"Ada apa sih? Masih repot nih. Sarapan belum siap. Untuk sementara akur dulu," omel tante Siska dari dapur.
"Kita titipkan saja dia ke penitipan anak ya. Belum sehari saja sudah tingkah bikin pusing kepala, apalagi setahun."
Daniel tertawa tanpa suara. Mengejek Lau.
"Mana ada penitipan yang mau menerimanya," teriak tante Siska dari dapur.
"Kalau gitu ke penitipan kucing saja."
"Enak saja. Emangnya aku kucing."
"Tante …" rengek Lau.
"Aduh diem dulu. Gosong kan. Nggak kelar-kelar masaknya."
Lau memanyunkan bibirnya. Tante Siska tidak berpihak padanya.
"Ternyata bibir kamu bagus juga."
Daniel mendekatkan wajahnya pada Lau. Risih. Lau menjauhkan Daniel dengan satu jari. Jari telunjuknya.
"Jangan terlalu dekat denganku. Jaga jarak."