CERITA BAPAK TENTANG MASA LALU

Embart nugroho
Chapter #6

Salvinia Cemburu

Aku merentangkan tanganku dan menguap lebar. Aku bangkit dari tidur dan keluar dari kamar sambil menguap. Badanku masih terasa berat karena aku kemalaman tidurnya. Aku terkejut begitu keluar dari kamar sambil memanggil ibu.

“Bu,” panggilku. Aku seperti mimpi melihat Maisaroh sudah duduk anteng di ruang tamu sambil membuka-buka album lama. Aku mendegut ludah dan diam seketika. Aku berjingkat mau masuk lagi ke kamar, tapi Maisaroh melihat aksiku dan dia menyapaku.

“Mas Aji …,” sapanya kemudian. “Maisaroh bawain sarapan kesukaan mas Aji,” katanya kemudian. What? Masakan kesukaanku? Tau dari mana dia masakan kesukaanku? Pikirku. Kali ini kesabaranku mulai habis.

“Kamu ngapain datang pagi-pagi buta begini, Saroh?” tanyaku dengan nada kesal. Aku benar-benar jengah melihatnya.

“Saroh masakin sarapan untuk mas Aji. Mie goreng siput kesukaan mas Aji,” katanya sambil tersenyum-senyum centil.

“Aduuh, nggak usah repot-repot, Saroh. Nggak enak dilihat orang. Sekali lagi jangan masak-masak untuk mas Aji,” kata ku sedikit ketus.

Tiba-tiba seseorang memberi salam dari luar.

“Assalamualaikum ….”

“Waalaikumsallam,” jawabku. Ayu tiba-tiba keluar dari kamar dan memberi salam juga.

“Waalaikummsallam …. Masuk saja ke kamar, Salvinia,” kata Ayu sambil menarik lengan Salvinia.

“Salvinia, ” gumamku pelan setelah melihat gadis itu masuk. Aku salah tingkah dan serba salah. Sementara Maisaroh masih duduk di kursi. Mampuslah aku kali ini. Ku lihat Salvinia meliriku dan Maisaroh.

“Mas Aji ada acara apa hari ini?” kata Maisaroh lagi. “Biar Saroh temeni,” ucapnya seperti tidak ada masalah. Aku jadi jengah sendiri dengannya. Aku benar-benar tidak bisa menjawab dan ku rasakan tenggorokanku sangat kering. Ayu dan Salvinia masuk ke kamar dan menutup pintu rapat-rapat. Pikiranku tidak tenang dan kacau.

“Mas mau menyelesaikan pekerjaan mas,” kata ku. Nafasku mulai naik turun melihat tingkah Maisaroh.

“Saroh bisa bantu kok,” ucapnya sambil menggoyangkan tubuhnya kegeeran.

“Nggak usah …,” tolakku cepat. “Mas mau mandi dulu, kamu pulang aja ya,” kataku lagi sambil beranjak dari tempat dudukku. Perasaan dan wajahku sudah seperti kucing kelelep air. Ingin minta tolong, tapi pada siapa? Pikiranku semakin tidak enak. Entah kenapa Maisaroh masih betah duduk berlama-lama di tempatnya.

“Ya udah, kalau gitu Saroh pulang dulu ya, Mas. Jaga kesehatan, Mas Aji. Assalamualaikum ….” Pamitnya kemudian dengan gaya kepedeannya. Sok perhatian sekali dianya.

“Waalaikumsalam,” sahutku sekenahnya.

Aku menghela nafas lega. Aku seperti terlepas dari Gorilla yang ingin memakanku. Dan kini aku harus menjelaskan semuanya pada Salvinia. Aku menunggu Ayu dan Salvinia keluar dari kamar, tapi mereka tidak keluar-keluar sampai siang.

###

Pikiranku dibalut kekacauan yang luar biasa. Kenapa pagi itu menjadi sesuatu yang membuatku kepikiran sampai sekarang. Aku berusaha menenangkan pikiranku dengan berjalan-jalan ke bangsal tembakau. Aromanya benar-benar membawaku ke masa lalu. Masa di mana semua itu menjadi cerita cinta yang pahit.

Seorang perempuan berusia lima puluh tahunan, anak dari seorang gundik buruh kontrak. Ibunya dulu korban pelecehan seks yang menjadi aib keluarga hingga perempuan itu bunuh diri karena malu. Percintaannya dengan seorang buruh kontrak kandas ketika laki-laki itu kembali ke Jawa dan tak kembali lagi ke Tanah Deli.

Lihat selengkapnya