Awal 1998.
Setelah kebebasanku, kami duduk di teras depan sambil menikamati teh jahe hangat dan gorengan. Semilir angin sore itu menerpa tubuhku. Terasa sangat segar dan nikmat. Pandanganku mengedar pada hamparan perkebunan tembakau yang tampak hijau. Banyak cerita dan sejarah di sana. Cerita yang belum terungkap tentang bagaimana zaman penjajahan Beland dulu.
“Apa rencanamu selanjutnya?” tanya ibu diselah-selah aku menikmati angin sore.
Aku meletakkan mug di atas meja. “Aji akan menemui Salvinia, Bu,” jawabku membuat ibu terdiam sesaat. Ia menatapku dalam, lalu berujar.
“Apa kamu akan membuat masalah lagi di dalam keluarga kita?” tanya ibu membuatku terdiam. "Kamu ini bagaimana sih, Ji? Ibu tidak mau berurusan dengan keluarga gadis itu!" Sergah ibu dengan suara sedikit keras. Ku pandangi wajah ibu yang semakin menua. Kerutan di wajahnya terlihat jelas.
“Aji tidak membuat masalah, Bu. Ini masalah cinta. Aji sangat mencintai Salvinia,” ujarku. "Apakah Aji salah?"
“Buang rasa cintamu itu dengan Salvinia, Ji,” kata ibu tegas. “Masih banyak gadis lain di kota sana yang bisa kau jadikan calon menantu untuk ibu. Ibu tidak mau menyulut api pertikaian yang sudah lama padam. Kamu tahu hubungan keluarga kita dengan keluarga Salvinia? Ayah Salvinia yang membuat ibu seperti orang gila, Ji.”
Aku menggeleng. Sepertinya ada suatu rahasia yang tidak diceritakan ibu. Dulu, tentang ayah Salvinia dan ibu. Bagaimana cerita itu bisa terjadi, ibu tidak pernah menceritakannya.
“Ibu merahasiakan sesuatu?” tanyaku ingin tahu. Aku menyelidik rahasia apa yang ibu pendam bertahun-tahun lalu.
“Ibu tidak bermaksud merahasiakan cerita itu. Waktu itu kamu masih terlalu muda untuk mengerti cerita itu. Ibu tidak mau cerita itu menjadi beban mental padamu dan adikmu. Kini kalian sudah lebih dewasa dan ibu anggap kalian sudah bisa menerima semuanya. Ibu akan menceritakannya.”
Sesaat situasi hening. Ku lihat ibu menerawang sambil memperhatikan pelataran kebun tembakau. Ibu menarik nafas dengan berat. Cerita itu seperti sangat berat untuk diceritakan.
“Dulu… Ayah Salvinia ingin memperkosa ibu karena ibu menolak cintanya. Dan keluarga Baskoro menuduh keluarga kakekmu sebagai PKI. Ibu tidak terima semua itu,” kata ibu mengawali cerita.
“PKI?” Aku mengerutkan dahiku.
“Kakekmu bukan seorang PKI dan hanya rakyat biasa. Kakekmu akhirnya ditangkap dan tidak tahu kabarnya sampai sekarang. Ibu sangat kehilangan dan membenci keluarga Baskoro.”