Rindu ini tidak seperti rindu biasanya. Hari ini aku sangat merindukan sosok gadis lembut yang menusuk jantung hatiku. Sudah beberapa hari ini aku tidak menemukan Salvinia. Dia juga tidak datang ke rumah seperti biasa bersama Ayu. Ke mana gerangan dirinya? Hatiku menjadi raib bersama rindu yang terpendam jauh.
Aku ingin menemui Salvinia sekalian mengantar Ayu ke kampus. Mereka tidak satu ruangan. Salvinia kakak kelas Ayu dan tahun depan Salvinia wisuda.
“Salvinia…!” panggilku saat aku melihatnya berjalan di pinggir kampus. Salvinia terus saja berjalan dan berusaha menghindar dariku. Setelah memarkirkan motorku, aku mengejarnya. Ia berjalan cepat masuk ke sebuah koridor kampus.
“Salvinia…. Tunggu!” panggilku lagi. Aku berlari mengejarnya dan menarik lengannya ketika mendekati persimpangan koridor. Ia berhenti dan menunduk. Aku pun berhenti dengan nafas tersengal.
“Kenapa kamu menghindar dari mas Aji?” tanyakku ingin tahu.Salvinia hanya menundukkan kepala. “Mas Aji mau ngomong sama kamu, Salvinia,” kataku sambil mengatur nafas yang tidak teratur. Gadis berbalut pakaian gamis modern itu tak banyak bicara. Apa dia ingin menghidar dariku?
“Ngomong apa, Mas? Ngomong aja. Salvinia nggak punya banyak waktu,” kata Salvinia dengan suara lembut dan nyaris tak terdengar.
“Apa yang terjadi beberapa hari ini? Beri mas Aji kesempatan, Vin. Mas sangat mencintamu. Setiap hari mas kepikiran dengan kamu,” kataku sungguh-sungguh. Aku tak ingin kehilangan dia lagi.
“Kita cari tempat saja di café atau di mana aja yang nyamanyuk,” ajakku.
“Di belakang kampus ada kantin, Mas,” katanya sambil menunjuk ke belakang kampus.
Kami berjalan ke kantin dan keadaan kantin tidak begitu ramai. Salvinia meletakkan tasnya di atas meja, lalu merapikan tempat duduknya. Aku duduk berhadapan dengan Salvinia. Sesaat kami hening.
“Mas Aji kemana saja berapa hari ini?” tanya Salvinia memecahkan keheningan. Aku menarik nafas dan berusaha tidak gugup menjawab pertanyaan Salvinia.
“Panjang ceritanya,” kataku, sedikit gugup.
“Salvinia sudah dijodohkan dengan Haris, Mas. Anak kepling,” kata Salvinia berat dan menunduk. “Salvinia berharap mas Aji datang hari itu. Tapi…. " Suara Salvinia semakin parau dan ia menangis.
“Mas Aji di penjara, Vin. Mas Aji dijebak dengan perempuan yang waktu itu di rumah,” kataku berusaha memberi penjelasan ke Salvinia.
“Maisaroh?” tanyanya memperjelas.
Aku mengangguk. “Dia menuduh mas memperkosanya. Dan keluarganya menjebloskan mas Aji ke penjara. Padahal itu tidak benar. Mas Aji tidak sedikit pun menyentuh Maisaroh,” kataku berkata jujur.
Salvinia terkejut dan menatapku dengan tajam.“Lantas?” tanyanya seperti ingin tahu yang sebenarnya.
“Mas balik mengancamnya kalau dia tidak mengaku, mas akan menjebloskannya dalam penjara. Mas akan menggugat Maisaroh menjelekkan nama baik dan sudah menuduh orang sembarangan.”
“Trus siapa pelakunya?” Salvinia ingin tahu.