Baskoro… nama itu. Nama dari laki-laki yang dibenci ibu karena perbuatannya. Aku juga tidak menyangkan kalau laki-laki itu dulu suka dengan ibu dan bersaing dengan ayah. Baskoro kalah dan ingin memperkosa ibu. Kekalahan itu membuat ia malu dengan herga dirinya seakan jatuh ke dasar jurang yang dalam.
Segala cara dilakukan Baskoro, sampai ia menemui seorang dukun untuk mengguna-guna ayah dan ibu.
Asap rokok menebal, membuat kabut tipis di ruangan kecil berukuran 3x4. Wajah Baskoro terlihat tegang dan memerah. Ia memerhatikan laki-laki tua di depannya. Laki-laki berkulit coklat gelap berjanggut putih dengan sebatang rokok kretek di bibirnya. Sesekali laki-laki itu mengepulkan asab rokoknya sambil menatap wajah Baskoro dengan lekat. Ia tidak banyak bicara namun di wajahnya menyimpan beribu tanda tanya. Baskoro yang diperhatikan seperti itu mulai tidak tenang.
“Bagaimana, Pak? Apakah ada jalan keluarnya?” tanya Baskoro ragu.
Laki-laki itu masih terdiam sambil mengepulkan asap rokoknya, kemudian melumatkannya di atas asbak aluminium. Ia manggut-manggut sendiri seolah berbicara pada mahluk gaib di depannya. Laki-laki itu melihat guci tanah yang berisi air putih dan beberapa bunga setaman. Bau kembang dan kemenyan menyeruak memenuhi kamar.
“Anda serius dengan keinginan anda?” tanya laki-laki itu sambil menatap wajah Baskoro yang terlihat tegang.
“Iya, Pak,” jawabnya tegas.
“Baik, saya akan melakukan apa yang anda minta. Sekarang anda pulanglah. Semuanya akan berjalan lancar,”
Baskoro terlihat bingung, namun ia beranjak juga dari ruangan itu setelah memberikan beberapa lembar uang ke laki-laki tua berjanggut putih. Semuanya sudah ia pertimbangkan. Apa pun resikonya dia sudah siap.
Malam kembali menawarkan kepekatan pada jalan-jalan setapak menuju jalan utama dari rumah laki-laki tua itu. Perkebunan tembakau tumbuh subur dan membuat keadaan semakin gelap. Tidak ada penerangan sama sekali.
“Bagaimana, Bas?” tanya Suparjo, seorang temanya yang memperkenalkan Baskoro pada laki-laki tua itu.
“Semuanya akan berjalan lancar kata bapak tua itu.”
Suparjo manggut-manggut. “Trus tujuan kita kemana?”
“Kita kembali ke rumah saja.”
“Baik.”
Mobil kijang melaju di jalan tanah dan berlumpur. Dalam perjalanan, Baskoro hanya diam dan termenung. Apakah laki-laki tua itu bisa dipercaya atau hanya memanfaatkan uangnya saja.
“Jangan khawatir, Bas. Laki-laki itu orang sakti. Yakin saja padanya, semua pasti berjalan lancar,”