Cerita Cinta Caroline

Josa Elliora
Chapter #3

1. Aiden

Caroline tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin. Ia mengambil sebuah liptint di atas meja rias kamarnya dan memoleskan benda berwarna soft pink itu pada bibirnya sebagai sentuhan terakhir. Jarinya dengan lihai meratakan pewarna bibir itu untuk menyempurnakan tampilannya. Yang penting gak pucet, batin Caroline.

Lagi-lagi Caroline tersenyum menatap siluet dirinya sendiri di cermin. Setelah dirasa cukup, Caroline segera menyambar ransel putihnya dari atas tempat tidur. Dengan langkah yang sedikit berlari, Caroline menuju ruang makan yang berada di lantai 1 rumahnya. Caroline tersenyum dan spontan mengecup pipi pria paruh baya yang sedang asik dengan koran dan kopi hitamnya di meja makan.

"Selamat pagi ayah."

Tangan Caroline dengan cekatan mengambil sepotong roti dan mengoleskan selai cokelat kacang kesukaannya diatas roti tersebut.

"Selamat pagi sayang, makannya sambil duduk dong. Masa sambil berdiri gitu?"

Tegur Gabriel kepada sang putri. Caroline yang tengah asik meneguk susu vanilanya setelah memakan rotinya pun hanya cengegesan. Tingkah putrinya yang seperti ini kadang membuat Gabriel tidak percaya Caroline sudah berumur 17 tahun. Tingkah kekanak-kanakan Caroline selalu saja berhasil mengalihkan atensi Gabriel.

"Kamu ini sudah 17 tahun Caroline, sudah dewasa. Masih aja kayak anak kecil. Kadang ayah gak habis pikir kenapa dulu bisa lepasin kamu buat sekolah di Bandung sesuai kemauan kamu. Sekarang kamu tambah dewasa malah mau tinggal disini sama ayah, nempel terus."

Omel Gabriel sambil membersihkan sisa susu vanila di atas bibir putrinya. Lagi-lagi Caroline hanya cengengesan. Setelah sang ayah selesai membersihkan sisa susu vanila di atas bibirnya, Caroline segera meraih tangan kanan Gabriel dan mencium punggung tangan laki-laki itu. Ia memberi kecupan singkat di pipi kanan Gabriel.

"Caroline berangkat sekolah dulu ayah, nanti ayah hati-hati ya berangkat kerjanya."

Gabriel hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Caroline yang sekarang sudah berlari kecil menuju mobil dan juga sang sopir yang sudah menunggu.

"Jalan pak."

Perintah Caroline pada sang sopir setelah ia memasuki mobil dan menggunakan sabuk pengaman. Setelah mengangguki perintah sang majikan, sopir tersebut langsung melajukan mobil menuju sekolah Caroline.

🌻🌻🌻

Caroline berdiri tepat di depan gerbang sekolah barunya, National High School. Percaya tidak percaya, yang dikatakan Gabriel benar adanya. Dulu, saat Caroline masih SMP, ia memaksa sang ayah untuk menyekolahkannya di Bandung. Padahal sejak dulu mereka tinggal di Jakarta. Bahkan Caroline mengancam akan berhenti sekolah jika permintaannya tidak dituruti. Akhirnya dengan berat hati Gabriel menyanggupi permitaan putri kecilnya.

Gabriel memberikan sebuah rumah yang terbilang sangat layak bahkan untuk ditinggali seorang diri oleh Caroline. Meski begitu, Gabriel mempekerjakan beberapa maid dan juga penjaga rumah untuk menemani Caroline agar tidak kesepian. Gabriel tidak mungkin membiarkan Caroline yang masih SMP untuk hidup sendiri apalagi Gabriel tidak bisa ikut tinggal di Bandung mengingat semua pekerjaannya berada di Jakarta.

Tapi lihat sekarang? Caroline dewasa yang sudah duduh di bangku SMA malah merengek untuk sekolah di Jakarta agar bisa tinggal bersama sang ayah. Alasannya cukup sederhana. Caroline hanya ingin bermanja-manja dan berada di dekat Gabriel. Bahkan meski kepindahan Caroline ke Jakarta ini setelah setengah semester gasal berjalan, ia tetap memaksa sang ayah untuk memindahkannya ke sekolah yang ada di Jakarta. Aneh bukan?

Caroline hanya bisa tersenyum mengingat semua kenangan itu. Ia langkahkan kakinya dengan santai memasuki wilayah sekolah dan berhenti di sebuah pos satpam.

"Permisi pak, saya mau tanya, ruang kepala sekolah dimana ya pak?"

"Ini nanti kamu lurus aja ikutin koridor, nanti ruangannya ada di sebelah kanan."

Satpam berusia 30 tahun-an itu menjelaskan sembari mengarahkan tangannya selihai mungkin sebagai penunjuk jalan untuk Caroline. Caroline sendiri hanya bisa terkekeh melihat satpam ramah dihadapannya. Setelah mengucapkan terima kasih, Caroline melangkahkan kakinya menuju ruang kepala sekolah seperti yang sudah dijelaskan oleh satpam tadi.

Caroline menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu berwarna cokelat dengan keterangan 'Ruang Kepala Sekolah'. Ia mengetuk daun pintu ruangan itu sebanyak tiga kali. Setelah mendengar suara seseorang dari dalam ruangan yang mempersilahkan dia masuk, Caroline pun melangkahkan kakinya ke dalam ruangan tersebut.

Netranya bisa melihat seorang perempuan berusia lanjut dengan kacamata yang bertengger manis dihidungnya. Perempuan itu sedang sibuk membaca beberapa dokumen.

"Permisi bu, saya Caroline. Saya siswa baru pindahan dari Bandung bu."

Perempuan berusia lanjut bernama Emmy itu menatap Caroline sambil memperbaiki posisi kacamatanya. Caroline dapat melihat Emmy menerbitkan senyum tipis di wajah keriputnya.

Emmy bangkit dari duduknya dan mengajak Caroline untuk duduk di sofa. Mereka duduk berhadapan di sebuah sofa cokelat. Setelah berhasil mendudukkan pantanya, Caroline mulai membuka pembicaraan.

"Terima kasih bu sudah mengijinkan saya pindah ke sini bahkan di pertengahan semester."

"Bukan masalah besar, sekolah mana yang akan menolak siswa berprestasi bahkan meski mereka baru pindah di akhir semester sekalipun?"

Lihat selengkapnya