"Aku takut" ucapku di sela pelarian kami. Tanpa sadar, aku juga terus memeluk erat pria yang sedang membawaku lari ini.
"Tenang, sebentar lagi kita sampai."
Ucapannya benar, suara tembakan, letusan, dan teriakan mahasiswa tak lagi terdengar begitu sebuah pintu ditutup kencang.
"Tolonggg!" Pria di sampingku berteriak meminta bantuan. Sesekali ia terbatuk dalam bicaranya.
Tak lama dari situ, air membasuh wajahku, membuat sensasi dingin seketika menjalar di setiap kulit wajahku.
"Bukalah matamu." Ucap pria dengan suara serak yang sejak tadi membantuku.
Aku menurutinya dan mengerjapkan mataku beberapa kali. Perih itu masih terasa, tapi lambat laun menghilang seolah terbawa hanyut oleh air yang membasuh wajahku.
Orang pertama yang kulihat adalah pria tampan berkulit putih mulus dengan tubuhnya yang tinggi tegap. Ia adalah pria dengan jaster biru tua yang sebelumnya melakukan orasi dan menarik perhatian banyak gadis. Jika kudeskripsikan, rambut atasnya tebal sedang sisi bawahnya tipis dan rapi tak sampai menyentuh kerah. Hidungnya mancung, rahangnya tegas, bibirnya kriting, dan dagunya belah. Benar-benar pria tampan untuk ukuran mahasiswa Indonesia.
"Sudah membaik?" Ia menatapku terus dengan khawatir.
"Terimakasih." Gumamku.
"Apa kau masih sesak? Perlu oksigen?" Tanyanya lagi, dan aku menggeleng yakin. Karna efek terbesar gas air mata yang kurasakan sebenarnya adalah penglihatan.
"Kalau begitu ini minum dulu, dan tenangkan dirimu." Pria itu memberiku sebotol air mineral, padahal ia sendiri belum menghilangkan dahaganya.
Aku sengaja meminum setengah botol itu karena ternyata persediaan air mineral sudah habis, dan botolku juga merupakan botol terakhir di tempat ini. Jadi aku sengaja menduakan air mineral itu dengannya.
"Habiskanlah, aku tidak apa-apa" ucapnya
"Sudah cukup." Sanggahku tak mau dibantah. Ia tersenyum sambil menerima botol itu, dan langsung meneguknya habis.
Aku melihat sekitar dan sadar akan kondisi tempat ini yang ternyata dipadati mahasiswa beragam jaster yang hampir semuanya terbaring lemas. Banyak yang terluka, banyak yang sesak dan kesulitan bernapas, serta ada juga beberapa yang pingsan. Di luar gedung tempatku berdiam, terdengar beberapa kali suara ambulans mendekat, diikuti kedatangan mahasiswa lainnya yang juga datang dalam keadaan lemah.
"Ini tempat evakuasi." Tutur pria tampan yang sepertinya menyadari kebingunganku dengan tempat ini.
"Aku baru tahu demo itu sangat menegangkan." Ucapku.
Pria itu terkekeh sesaat, "Jadi ini pertama kalinya kau ikut demo? Memang angkatan berapa?" Tanyanya
"Ah sebenarnya angkatan tua, tapi ya mumpung masih mahasiswa, jadi memanfaatkan kesempatan aja."
"Tapi kau tidak mungkin lebih tua dariku, karna aku sudah 2 tahun melewatkan wisuda." Ia berbicara sambil terkekeh
"Loh kenapa?" Tanyaku
"Aku terlalu betah jadi mahasiswa, mungkin akan lulus setelah ada penerusku." Ucapnya
"Kau hebat."
"Ah ya, kita belum kenalan. Aku Jefri Saputra, dari kampus Biru dongker (penyamaran nama kampus sebenarnya)." Ia membuka perkenalan diri.