Cerita Cinta Dibalik Omnibus Law

Zihfa Anzani Saras Isnenda
Chapter #5

#5 - Hari kedua Tolak OmnibusLaw

Keesokan harinya, tubuhku benar-benar terasa remuk dan lelah. Berita demonstrasi kembali memenuhi topik di televisi dan sosial media. Meski demikian, aku tidak tertarik lagi dengan ini. Aku hanya tertarik pada Rizky. Pria itu telah memblokir semua akun sosial mediaku, sedang aku merasa masih harus memperbaiki hubungan kami. Dua tahun bersama bukan waktu yang singkat, tidak adil jika hancur hanya dengan satu hari kekacauan. Aku juga tidak masalah jika dia selingkuh, karna yang terpenting ia mau menyesalinya dan berubah.

Aku menggunakan akun palsu sosial mediaku sekadar ingin mengetahui kehadiran pria itu. Aku harus menemuinya hari ini juga. Semula tidak ada yang aneh, sampai kemudian aku melihat sebuah foto yang baru saja menandai akun Rizky. Itu foto Rizky bersama gadis kemarin, tepat saat malam kerusuhan.

Seharusnya aku tidak melakukan ini, tapi mencari tahu adalah jalan keluar terbaik. Akhirnya aku membuka akun gadis itu untuk mencari tahu lebih jauh. Gadis bernama Shinta Angela, satu angkatan dengan kami di kampus, jurusan seni tari, dan lagi adalah seorang selebgram. Tidak ada tanda-tanda aneh dalam postingannya, selain postingan terbarunya bersama Rizky. Tapi yang kutahu, ia adalah gadis tanpa kekasih, sehingga mungkin saja sedang mengincar Rizky.

Aku terus memantengi akun sosial media gadis itu, sampai tiba-tiba ia menambah cerita baru yang menunjukkan kehadirannya di tempat demonstrasi hari ini. Dan sekilas terlihat sosok Rizky tengah bersamanya, aku tidak mungkin salah lihat.

Sejujurnya aku lelah dan tidak ingin kembali ke tempat demonstrasi, apalagi ketika harus bekejar-kejaran dengan polisi dan menerima efek gas air mata. Tapi hubunganku dengan Rizky lebih penting dari tubuhku sendiri. Aku pun memutuskan untuk datang kembali ke depan gedung DPRD itu seorang diri. Setidaknya aku akan fokus mencari Rizky.

Aku pun berkeliling mencari kerumunan jaster abu dari kampusku, beberapa kali salah dan tidak menemukan sosok yang kucari. Sampai seseorang menubruk tubuhku. Gadis itu.. gadis yang baru saja menjadi peringatan untuk hidupku, Shinta Angela.

"Maaf." ucapnya seraya melengos pergi.

"Tunggu, kau bersama Rizky?" aku menahan lengannya

"ah kamu Zeeva Anzela ya. Rizky tadi..." Ia menggantungkan ucapannya, dan tatapannya kian menyelidikku.

"Aku ingin bicara sebentar saja dengannya."

"Shin, ayo pergi." Rizky tiba-tiba muncul dan menggenggam tangan gadis itu untuk pergi.

Hatiku benar-benar sakit, jantungku berdegup kencang tak karuan, air mata tanpa terasa jatuh membasahi pipiku. Kakiku kian lemas tak bertenaga, tapi tujuanku kemari adalah menemui Rizky. Aku harus mengejar mereka dan meminta maaf. Selama ini hanya Rizky yang ada di hidupku, dan aku sudah terlanjut kecanduan akan hadirnya. Aku tidak bisa putus dan jauh darinya.

"Ky tunggu, aku minta maaf jika ada salah, tapi tolong jangan seperti ini."

Rizky menghentikan langkahnya dan bersedia membalikan badannya untuk melihatku.

"Kita bicara sebentar." Ia membawaku ke arah berlawanan, cukup jauh dari Shinta, juga kerumunan demo. Tepatnya di sisi terbelakang dari kerumunan mahasiswa.

"Zeeva, pergilah, aku tidak bisa lagi menjagamu." tuturnya

"Ky, apa yang harus kulakukan untuk membawamu kembali padaku?"

"Tidak ada.. Setidaknya kau harus mengerti keadaanku. Aku ingin berkelana dulu, aku bosan selama dua tahun terus bersamamu." Perkataannya benar-benar menamparku.

"Maksudmu?"

"Aku dekat dengan Shinta, aku senang karna dia populer dan cantik. Dia juga manis dan mau menurutiku." Rizky berkata tanpa memperhatikan perasaanku.

"Ky, maafkan aku." aku memeluknya erat, tak mau melepasnya barang sedetikpun. Tapi ia memberontak dan mendorongku dengan cukup kasar hingga aku tersungkur ke aspal untuk kedua kalinya.

"Hey, jangan kasar sama perempuan." Suara yang sepertinya tak asing muncul di antara kami.

Saat itu juga sebuah tangan memegang lenganku, berusaha membantuku bangun. Aku melihatnya, dan menemukan komandan dari para polisi itu dengan tanpa seragam tugasnya.

"Bangunlah." ia membantuku

"Bagus, pergilah bersamanya." Rizky berdecak dan meninggalkan kami tanpa sedikitpun perasaan cemburu seperti biasanya. Ia benar-benar sudah berubah dan tidak memperdulikanku.

Lagi-lagi tetesan air mataku berjatuhan hanya karna kepergiannya.

"Kau tahu, perlakuannya hanya untuk menutupi dosanya padamu." tutur polisi itu

"Aku tahu."

"Kau harus menenangkan diri, duduklah sebentar di situ" polisi itu mengajakku duduk di pinggiran aspal. Ia juga memberiku sebotol air minum.

Lihat selengkapnya