Cerita Cinta Dibalik Omnibus Law

Zihfa Anzani Saras Isnenda
Chapter #6

#6 - Hari Kedua (2)

"Pak Angga?!" Aku kembali meraba tubuhnya, sampai berhasil menyentuh wajahnya.

Beberapa kali kutepuk wajahnya dengan lembut, kusebut namanya dengan jelas, tapi ia tak sama sekali meresponku.

Aku memaksakan diri membuka mataku. Melawan perih demi memastikan keadaan Angga. Air mata tak berhenti mengucur dari mataku demi melawan efek gas tersebut, berbarengan dengan air yang keluar dari hidungku.

Angga terkulai lemah dengan wajahnya yang sangat pucat. Aku harus mencari bantuan secepat mungkin. Aku mengintip ke arah luar, tapi keadaan masih rusuh dan berbahaya.

"Apa yang harus kulakukan?"

Aku membuka ponselku dengan tangan yang bergetar. Tapi bagaimanapun usahaku menghubungi orang-orang, ternyata sia-sia. Sinyal di area ini sepertinya sudah disadap, aku tak bisa menghubungi siapapun.

"Pak Angga?" Aku kembali menepuk pipi Angga dengan lembut berusaha menyadarkannya. Tapi tak juga ada respon.

Yang membuatku sangat khawatir adalah, aku tidak merasakan pria itu bernapas lagi.

"Pak?!" Aku semakin ketakutan.

Tak ada pilihan lain selain......... Memberinya napas buatan.

Sekali, dua kali, sampai tiga kali, akhirnya pria itu berhasil kembali bernapas. Ia juga bergumam kecil dan mulai membuka matanya secara perlahan.

"Pak Angga, jangan buka mata dulu.. Di sini masih perih gas air mata."

"Kita--"

"Kiita harus pergi dari sini." Potongku cepat

Aku memapahnya sekuat tenagaku. Tubuhnya yang besar dan berotot tentu saja sangat berat, tapi tak ada pilihan lain untukku. Aku masih bisa membantunya tadi, tapi tidak tahu untuk waktu selanjutnya jika kami terus berada di sana. Jujur saja, aku juga sudah tidak tahan dengan udara yang dipenuhi gas air mata di area itu.

Kami pun menerjang kumpulan mahasiswa dan polisi yang saling lempar. Berkali-kali, benda keras mengenai punggung dan kepalaku, tapi itu tidak menghentikan langkahku. Aku membawa Angga menuju kerumunan polisi.

"Tolong, ini pak Angga." Teriakku.

Saat itu juga, beberapa polisi membuka jalur dan melindungiku juga Angga dengan tameng mereka. Beberapa polisi mengarahkan kami menuju posko pengamanan khusus polisi. Mereka juga langsung memberi kami oksigen dan air bersih untuk membasuh wajah.

Tapi sialnya, tubuhku terasa sangat lemas dan tidak mampu lagi bertahan. Aku pun terjatuh dan tak sadarkan diri.

*

Aku terbangun di sebuah ruangan kosong, benar-benar kosong dan hanya berisikan kasur pasien yang kutiduri. Aku segera bangkit dan menyusuri jalan untuk keluar. Gedung yang kutempati saat ini jelas bukan rumah sakit, melainkan sebuah kantor. Suasana di tempat ini terasa mencekam, karena tidak ada seorang pun yang berlalu lalang di sekitarku.

Aku terus menyusuri koridor gedung ini sampai akhirnya menyentuh pintu menuju ke arah luar.

Aku membeku begitu melihat banyak mahasiswa tengah terduduk di tengah lapangan tepatnya dijemur di bawah sorotan matahari. Di sekeliling mereka berdiri pria-pria bertubuh besar mengenakan seragam polisi.

"Sedang apa kau di sini? Sana ikut teman-temanmu." 2 orang polisi muncul dari arah belakangku.

Aku berusaha memberontak tapi mereka dengan kuat menahan lenganku dan menyeret tubuhku memasuki kerumunan mahasiswa itu.

Lihat selengkapnya