Aku masih dalam kedaan tangan yang terborgol bersama Angga. Lantas aku hanya bisa pergi ketika Angga juga pergi, dan begitu juga sebaliknya. Hari ini, sejak pukul 7 pagi, Angga sudah membawaku ke tempat demo atau lebih tepatnya halaman gedung DPRD, dengan keadaan tangan kami yang masih terikat satu sama lain. Ia sengaja ingin menjegal langkahku agar tak lari, juga ingin aku menyaksikan langsung ketika ia menangkap Jefri. Ia sudah bersiaga dengan memakai seragam kerja dan membawa peralatan tempurnya, sedang aku tentu saja meminjam pakaian besar pria itu lagi. Kali ini adalah kemeja putihnya yang sangat besar.
"Izin memberikan sarapan, komandan." Polisi datang sambil membawa dua makanan box.
"Ya, terimakasih." ucap Angga
"Izin komandan, apa borgolnya akan dilepas sekarang?" Tanya polisi itu pada Angga.
"Tidak, belum saatnya. Kembalilah dan bersiap." Perintah Angga tegas. Pria itu memang berbeda dengan yang semalam bersamaku.
"Suapi aku." Angga memintaku
"Ah ga mungkin, semua orang menatap kita, nanti muncul gosip aneh. Aku gamau." Tolakku
"Tapi aku tidak bisa makan sendiri."
"Bapak masih punya tangan." Sanggahku
"Tangan kananku di borgol, aku tidak mungkin menggunakan tangan kiri."
Aku tidak memperdulikan perkataannya dan sibuk dengan makananku. Tapi sialnya, Angga malah tidak menyentuh makanannya. Aku tidak mungkin membuatnya bekerja dengan perut kosong. Jadi dengan terpaksa, aku pun menyuapi pria itu lagi. Rasanya benar-benar memalukan, karena semua mata melihat ke arah kami dengan tatapan penasaran.
"Kenapa wajahmu merah? Kau sakit?" Angga menyadari keadaan wajahku yang kian matang karna menahan malu.
Aku diam tak menjawab.. Seharusnya ia mengerti dengan perasaanku kali ini. Aku terus menunduk tanpa mau menatap wajahnya.
"Perhatian!" Angga tiba-tiba berbicara keras yanh diarahkan pada seluruh anak buahnya.
"Siap!" Jawab semua anak buah Angga
"Jaga pandangan kalian, jangan berani curi pandang ke arah saya dan gadis ini." Perintahnya tegas.
"Siap, laksanakan."
Perharian Angga memang sangat manis, tapi justru juga semakin membuatku malu.
"Sudah, tidak perlu malu-malu lagi. Suapi aku dengan benar seperti waktu di kantor." Angga menenangkanku
Aku diam tak menjawabnya. Terserah dia saja.
Selama berjam-jam aku ikut menunggu mulainya demonstrasi dengan kumpulan polisi ini. Tapi entah mengapa, tak ada satupun mahasiswa yang terlihat di sekitar area ini.
"Jam berapa biasanya demo itu dimulai?" Tanyaku
"Beda-beda, tapi tidak akan melewati jam 12 seperti sekarang ini." Jawab Angga juga kebingungan.
"Apa mungkin mereka mengganti tempat demo?" Tanyaku
"Seharusnya tidak. Tapii..." Ia menggantungkan ucapannya untuk beberapa saat, lalu kemudian melakukan panggilan dengan anak buahnya yang memang bertugas di tempat lain.