Cerita Cinta Dibalik Omnibus Law

Zihfa Anzani Saras Isnenda
Chapter #12

#12 - Hari Kelima (2)

Angga dengan cepat berlari ke arahku, menahan tubuhku yang hendak terjatuh. Wajahnya sangat panik, dan air mata berjatuhan membasahi wajahnya. Bersamaan dengan itu juga, Jefri muncul dari arah belakangku. Dengan tujuan yang sama untuk menahan tubuhku.

"Kenapa kau melakukan ini?!" Seru Jefri, tangisnya juga tumpah menetes ke wajahku.

"Kau!!!" Angga hendak memukul Jefri tapi tanganku lebih dulu terangkat untuk menahannya.

"Jangan berkelahi lagi." Pintaku lemah.

"Aku akan membawamu ke rumah sakit." Jefri mengambil alih tubuhku sepenuhnya, mengangkat dan membopongku.

"Kau hanya pembuat onar, lebih baik aku yang membawanya." Angga berusaha merebut kembali tubuhku tapi Jefri tak lantas menyerahkanku.

"Kau yang menembak dia, bajingan!" Seru Jefri sama kesalnya.

"Tenanglah, mobil kami di sana, lebih dekat." Salah satu anak buah Angga berbicara memecah pertengkaran kedua pria itu.

Dan di sinilah kami sekarang, di dalam mobil polisi tempat biasa mengangkut para tahanan. Aku, Angga dan Jefri duduk di kursi belakang. Tubuhku berada di atas pangkuan Jefri, sedang kakiku berada di atas pangkuan Angga. Dalam perjalanan, Angga berusaha memberiku penanganan pertama luka tembak, agar setidaknya darahku tidak terus menerus keluar.

"Punggungmu berdarah juga. Sedari tadi bajumu robek, aku lihat banyak luka di punggungmu, apa yang terjadi?" Jefri berbicara setelah mendapati darahku yang menodai tangannya.

"Punggungnya mengalami luka bakar akibat kebakaran ulahmu." Angga menjawab pertanyaan Jefri.

"Kau di sana?" Tanya Jefri tak percaya. Air mata pria itu kembali berjatuhan menetes di wajahku.

"Aku gapapa." Sanggahku.

Aku segera dilarikan ke ruang tindakan, dan kedua pria itu terus berada di sisiku, menemaniku. Suster memasang infus dan memberiku alat bantu nafas.

"Kalian keluarga pasien?" Tanya suster

"Saya pacarnya." Serempak, kedua pria itu menjawab dengan sama.

"Umm, baik, pasien ini atas nama?"

Angga dan Jefri sama-sama terdiam dan saling pandang tanpa menjawab pertanyaan suster itu.

Aku baru ingat, sejak berkenalan dengan mereka, aku tidak pernah sempat memberitahu namaku. Maka aku membuka oksigen yang menutupi hidung dan mulutku, untuk menjawabnya sendiri.

"Zeeva Anzela." Jawabku lemah.

"Maaf kalian harus keluar, karna dokter akan bekerja menangani nona Zeeva." Ucap suster itu.

"Tidak bisa, saya pacarnya." Mereka masih memaksakan diri.

"Maaf tapi jelas kalian bukan pacarnya, juga bukan keluarganya, jadi kalian harus tunggu di luar."

Kedua pria itu tetap bertahan dan tidak mau keuar, sampai dokterku sendiri yang harus mengusir mereka.

"Tidak apa-apa dok, saya ingin mereka di sini menemani saya." Pintaku

Angga dan Jefri menempati posisi kanan dan kiriku. Mereka terus saja memegangi tanganku memberi kekuatan.

Lihat selengkapnya