Cerita Cinta Dibalik Omnibus Law

Zihfa Anzani Saras Isnenda
Chapter #14

#14 - Hari Ketujuh Tolak OmnibusLaw

Keesokan paginya, aku langsung mengecek ponselku, sebenarnya ingin menutup akun sosial mediaku yang kian ramai. Bahkan pagi ini saja sudah sangat banyak komentar dan pesan masuk di akun sosial mediaku. Tapi baru aku hendak menutup akun tersebut, sebuah postingan membuatku terkejut. Postingan video dari akun pria misterius itu, di mana menunjukkan video dirinya masih berdiam di sana dan memegang kertas yang sama juga di pagi ini. Selain itu, sekitar tengah malam kemarin, ternyata ia juga mengunggah video yang sama. Rupanya ia bermalam di tempat itu, dan tak bergerak sedikitpun.

Aku sudah tidak tahan lagi dengan semua ini. Sebelum Rizky datang kembali untuk mengawasiku, dan sebelum orangtuaku sadar, aku harus kabur dan mendatangi lokasi demo. Hanya sebentar, sekadar menanyakan apa maunya dan siapa dirinya.

Aku kabur lagi dari rumah. Dan pagi-pagi begini langsung menuju titik lokasi tempat pria itu kira-kira berdiam diri.

Pagi ini sudah diwarnai dengan cuaca mendung dan gerimis, sedang aku bahkan tak membawa payung. Aku juga sebenarnya tak memperdulikannya karna tujuanku hanya ingin tahu maksud pria itu. Sialnya, begitu aku sampai di titik lokasi yang ada di video itu, ternyata hanya kehampaan yang kutemukan, keadaan kosong tanpa satupun orang. Aku tidak tahu apa pria itu menjahiliku atau bermaksud lain, tapi yang jelas aku menyesal telah datang kemari se-pagi ini.

Hujan semakin deras turun, membasahi rambut, baju dan tubuhku. Perih sekali ketika air hujan mengenai luka-luka bekas kemarin, tapi tidak lebih perih dari luka hatiku yang telah ditipu oleh pria misterius itu.

Sesaat aku terdiam dalam posisiku, membeku dan berpikir keras akan maksud dari pria itu sebenarnya. Sampai tiba-tiba air hujan tak lagi jatuh mengenai tubuhku. Aku menengadah mendapati sebuah payung muncul melindungi.

"Apa maumu? Kenapa kau menipuku dan membuat video tentangku?" tanyaku langsung

"Aku tidak melakukan itu." Meski samar oleh air hujan, aku masih bisa mengenali suaranya.

Aku pun berbalik dan menemukan sosok yang telah kurindukan, meski sehari saja tak bertemu.

"Pak Angga?" sapaku terkejut. Entah mengapa aku merasa senang bisa kembali melihat wajahnya.

Angga memelukku dalam satu hentakkan. Sangat erat seolah tak mau lepas. Perlahan, aku membalas pelukannya yang hangat ini.

"Aku mencintaimu Zeeva." ucapnya

Aku membeku dalam posisiku. Apa maksudnya?

"Pertama kali bertemu denganmu, aku kagum. Sering bersamamu membuatku berdebar, tapi juga nyaman. Awalnya aku hanya merasa berhutang budi padamu, sampai aku sadar aku tidak suka saat kau memperhatikan Jefri, dan memilih pergi dengan Rizky." tuturnya masih sambil memelukku.

"Pak." Aku melepas pelukannya dengan penuh penyesalan. Aku tidak tahu apa aku mencintainya atau tidak, meski ciri-cirinya menunjukkan hal itu, tetap saja aku sudah menjadi kekasih Rizky lagi.

Tanpa kusangka, Angga berlutut di hadapanku, tak peduli aspal basah dan kotor menyentuh celananya. Ia menyerahkan payung di tangannya ke padaku, lalu kemudian mengeluarkan sebuah kotak cincin dari saku celananya.

"Aku tidak main-main. Aku ingin menikahimu." Ucap Angga sambil menyodorkan sebuah cincin emas berkilau di hadapanku.

Dalam gerimis air hujan, dan keadaan jalanan yang sepi, seharusnya aku tidak perlu malu. Tapi entah mengapa, wajahku tetap saja memerah karna perlakuannya satu ini.

"Pak, jangan bercanda." ucapku

"Aku tidak pernah bercanda untuk urusan cinta." sanggahnya

Lihat selengkapnya