"Lana!"
"Iya, ada apa Mel? " Kataku dengan tetap fokus pada tugas-tugas yang sedang aku kerjakan.
"Lagi ngapain sih lu?" Tanya Melia sambil duduk di kursi yang terletak di hadapanku. Sekilas ekor mataku melihat sosok asing di samping Melia.
"Ngerjain tugas Pak Agus." Jawabku tanpa memalingkan pandanganku.
"Hah..! Emang ada tugas Lan?"
"Hemmm..." Jawabku masih tanpa memalingkan pandanganku, namun ekor mataku masih terus memperhatikan sosok yang duduk di samping Melia. Sosok yang baru kali ini aku lihat.
"Ntar gue liat ya Lan!"
"Hemmm..."
Kali ini aku kembali fokus pada tugas-tugas yang sebentar lagi selesai dan Melia dengan sabar menungguku. Melia sudah hafal dengan tabiat ku yang paling enggak suka di ganggu kalau sedang mengerjakan tugas. Apalagi tugas Pak Agus, dosen paling killer di antero kampus. Yang paling teliti kalau koreksi tugas-tugas mahasiswanya, yang paling perfect dan tak punya batas toleransi dengan waktu pengumpulan tugas. Mata kuliah beliau pun yang paling di takuti, tapi aku paling suka dengan mata kuliahnya. Menurutku mata kuliah beliau paling asyik karena membutuhkan ketelitian dan ketepatan. Kalau bisa menyelesaikan tugas dari Pak Agus, aku merasa sangat puas.
"Fuhh... Selesai."
Kataku sambil menaruh pulpen yang udah 1 jam berada di genggaman ku. Aku mencoba meregangkan otot-otot tanganku dan kali ini pandanganku tertuju pada seseorang yang duduk di sebelah Melia.
"Pinjem ya Lana!" Seru Melia kegirangan sambil menarik kertas-kertas tugas yang ada dihadapanku.
"Sutt... Siapa?" Tanyaku pada Melia yang mulai asyik menyalin tugas-tugas yang sudah aku selesaikan.
"O... Kenalin Lan! Ini kakak gue."
"Via." Katanya, sambil mengulurkan tangannya.
"Lana." Jawabku sambil menjabat tangannya.
"Udah tau, Melia sering cerita tentang lu." Katanya sambil mengembangkan senyumnya.
"Cerita apaan nih si Melia, awas aja kalau cerita aneh-aneh." Batinku sambil membalas senyumnya.
Ingatanku kembali pada kisah yang diceritakan oleh Melia. Waktu itu Melia dengan penuh emosi menceritakan kisah keluarganya yang tak berpihak padanya. Menurut Melia, Papa dan Mamanya tak pernah menyayanginya. Papanya hanya memperhatikan adeknya saja dan Mamanya hanya menyayangi kakaknya. Dia yang jadi anak tengah tak pernah mendapatkan perhatian dari papanya dan tak pernah merasa disayang mamanya. Itu yang menjadi alasan Melia selalu ingin tinggal di kosan ku. Hanya hari sabtu dia pulang dan minggu sore udah nongol lagi di kosan ku.
Ku pandangi Via yang diperkenalkan oleh Melia sebagai kakaknya. Menurutku Via biasa biasa saja. Enggak seperti yang Melia ceritakan. Menurut Melia, kakaknya cantik, modis dan pinter. Tapi menurutku Via lumayan manis, namun untuk penampilan biasa saja. Mungkin bisa dibilang lebih modis Melia.
"Ada apa?" Tegur Via yang memudarkan konsentrasi ku dalam menilainya.
"Eh... Enggak ada apa-apa." Jawabku terbatah-batah karena lumayan kaget.