Cerita Dibalik Pengakuan

Sartika Chaidir
Chapter #3

SALAH PAHAM

Tok... Tok... Tok...

"Lana...!"

Sayup sayup aku mendengar ketokan pintu. Ku kernyipkan mataku dan perlahan ku tatap jam yang bertengger di meja belajar. Jam menunjukkan pukul 23.30.

"Siapa sih jam segini ketok ketok pintu?! Apa Melia balik lagi ya?" Gerutuku. Tadi sore Melia pulang kerumah setelah di telepon mamanya. Tak jelas apa alasan mamanya meminta Melia untuk pulang.

"Lana...!"

"Iya, bentar!" Jawabku sambil bangun dari tempat tidur ku dan melangkah malas menuju pintu kamar.

"Sapa?" Tanyaku sambil mencoba membuka pintu.

"Ini gue, Via!"

"Hah...Via?" Gumam ku dan ketika pintu terbuka, tampak sosok Via yang terlihat sedang kurang baik hatinya. Tergambar dari raut wajahnya yang benar-benar lesu.

"Via?! Masuk... Masuk..."

Tanpa banyak kata Via masuk ke dalam kamar ku.

"Dari mana lu Vi?"

"Rumah."

"Sendiri?"

Kali ini pertanyaan ku hanya di jawabnya dengan anggukan kepala.

"Naik apaan?"

"Taxi."

Tampaknya Via memang sedang kurang baik hatinya, hingga pertanyaan ku hanya di jawabnya dengan singkat. Aku tak ingin memperkeruh suasana dengan memberondong pertanyaan padanya. Aku yakin jika Via ingin menceritakan masalah nya padaku, pasti dia akan langsung cerita.

"O... Ya udah tidur yuk! Udah malem, gue besok ada kuliah pagi." Ajakku yang hanya di jawab dengan anggukan oleh Via dan tanpa kata-kata Via merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

Akupun segera merebahkan tubuhku di samping Via. Aku lihat Via meringkuk membelakangi ku dan aku hanya bisa menatap langit-langit kamarku, karena rasa ngantuk sudah hilang.

"Lan... Emang salah ya kalau gue pengen punya temen deket?" Tanyanya dengan suara lirih.

"Maksudnya?"

"Iya, gue pengen punya sahabat kaya lu sama Melia."

Sesaat aku terdiam mendengar kata-kata Via. Sepertinya Via merasa Melia lebih beruntung darinya. Walaupun dia lebih di sayang orang tuanya, namun itu tak membuatnya merasa lebih baik dari Melia.

Via merubah posisi tidurnya sejajar dengan ku. Tatapan nya sama dengan ku, memandang langit-langit atap kamar.

"Melia beruntung punya sahabat kaya lu." Lanjutnya.

"Kenapa lu mikirnya gitu?"

Via terdiam, perlahan terdengar Via menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskan dengan kasar.

Lihat selengkapnya