"Arga... Maaf." Kataku ketika kita sudah duduk berhadapan di taman Menteng.
Mendengar kata-kataku Arga hanya terdiam, ditatapnya wajahku lekat-lekat. Dapat aku lihat rasa kecewa di wajahnya. Namun Arga masih terdiam, nafasnya berat. Ada luka yang dia coba tutupi. Tangannya menggenggam erat tanganku. Membuat aku semakin merasa bersalah.
"Jujur aku kecewa, tapi aku percaya. Kamu enggak bermaksud menyakiti aku." Katanya Lirih membuat butiran air mataku kembali membasahi pipiku.
"Maaf Arga, tapi aku enggak ada hubungan apa-apa sama Leo."
"Namanya Leo?"
"Iya. Namanya Leo, aku kenal dia di festival Jepang. Waktu itu Via yang minta tolong aku buat cari tau no teleponnya karena Via suka sama Leo. Tapi Via enggak mau Leo tau kalau dia suka sama Leo. Jadi Leo salah paham sama aku." Aku mencoba menjelaskan pada Arga. Tampak guratan senyum di bibirnya, senyum yang membuat hatiku sedikit tenang.
"Mungkin ini juga salah ku." Katanya sambil memalingkan pandangannya jauh ke depan.
"Aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri. Mungkin kamu kesepian disini." Lanjutnya.
"Maafin aku Lana. Aku janji, aku akan segera selesaikan skripsi ku dan bisa cari kerja disini. Jadi kita bisa lebih dekat dan lebih sering ketemu."
Mendengar kata-kata Arga, hatiku seperti tertusuk duri. Sakit dan terluka. Sebegitu tulusnya Arga pada ku, namun aku begitu bodohnya hingga membuat Arga terluka. Aku tak dapat berkata-kata lagi, bibirku kelu, lidahku kaku. Hanya kata maaf yang terus terlafalkan di dalam hatiku.
"Sabar ya Lana." Lanjutnya sambil kembali menatapku dan menggenggam erat tanganku. Kembali air mataku membasahi pipiku dan kali ini terasa sangat menyakitkan hingga membuat dadaku sesak.
"Hai.... Jangan nangis sayang. Ini bukan salah kamu." Katanya sambil menghapus air mataku.
"Oiya... Aku hampir lupa. Aku kesini mau kasih kamu sesuatu."
Diambilnya sesuatu yang terbungkus dengan rapih dari dalam tas ranselnya dan diberikan kepada ku.
"Apa ini?"
"Buka aja!"
"Buka ya."
"Iya."
Begitu terkejut nya aku ketika nampak lukisan wajahku dengan tulisan I Love Lana di bagian bawah lukisan.
"Ini kamu yang buat?" Tanyaku.
"Iya, semoga kamu suka ya. Aku cuma bisa kasih itu buat kamu."
"Suka.... Suka banget." Kataku sambil terus memandangi lukisan diriku.
"Enggak terasa ya Lan, udah satu tahun kita bersama. Semoga kita bisa bersama selamanya." Katanya dengan lembut membuat jantung ku berdetak tak berirama.
"Apa kamu mau tunggu aku Lan? Aku janji secepatnya melamar kamu setelah aku lulus dan mendapatkan pekerjaan." Lanjutnya dan kata-katanya kali ini berhasil membuat aku terkejut. Tak pernah aku menyangka Arga begitu serius dengan hubungan kami.
"Aku mau kamu yang nemenin aku seumur hidup ku Lan. Apa kamu mau Lan?" Tanyanya sambil menggenggam kedua tanganku dan menatapku lekat-lekat. Namun aku tak sanggup menatapnya, entah apa yang aku rasakan kali ini. Hanya anggukan kepala yang bisa aku berikan untuk menjawab semua pertanyaan Arga.
Melihat anggukan ku, senyum sempurna tersemat di bibir Arga. Dapat terlihat dari raut wajahnya, Arga begitu bahagia. Bahkan luka yang sempat aku sematkan di hatinya, kini tak tampak lagi. Begitu tulusnya Arga padaku, membuat aku semakin yakin untuk menjaga hatiku dan menunggunya.
***
Hari ini aku sangat bahagia, karena aku tau Arga begitu tulus dan serius dengan ku. Namun ada rasa ragu yang menyelinap di hatiku. Apa bisa aku menunggu Arga? Apa mungkin aku menjaga hatiku untuk Arga? Sedangkan jarak kita yang terlalu jauh dan intensitas pertemuan kita yang sangat minim, membuat keraguan ku semakin menjadi.
"Woi... Bengong aja!" Tegur Melia ketika sampai di kostku dan menemukan ku yang sedang duduk di beranda.