Cerita Gadis Kecil

Dini Pujiarti
Chapter #1

Chapter #1 Pertemuan Kurcaci dan Si buta

Hari ini hujan lagi, sama seperti hari-hari biasanya. Aku jadi teringat akan zaman dulu, saat pertama kali bertemu dengan kamu, kamu Lusi sahabat kecil yang mengajarkan aku arti bersyukur dalam kehidupan. Tahun 2011 atau kurang lebih sembilan tahun lalu, disini tepatnya di kursi tua yang masih kokoh ini. Masih terngiang di telingaku suaramu yang lembut saat memperkenalkan diri padaku. “Hai… namaku Lusi, nama kamu siapa?” tanyamu padaku “Aku Dira” sahutku. Perkenalan yang singkat dan tidak pernah terbayang bahwa kamu adalah bagian dari kisah hidupku….

Lusi : “Kamu ngapain di rumah sakit ini? Berobat ya? Kamu sakit apa Dir?”

Dira : “Biasa cek mata, aku kan buta hehe”

Lusi : “Upss.. aku gak tau, maaf ya Dir”

Dira : “Gak apa-apa kok.. kalau kamu ngapain disini?”

Lusi : “Aku berobat juga, sakit dikit aja sih hehe.. Dira mau gak jadi temanku, aku kesepian di rumah sakit gak ada teman”

Dira : “Kamu mau jadi temanku? Sungguh? Aku senang sekali kalau kamu mau jadi temanku, aku juga gak punya banyak teman”

Lusi : “Ngomong-ngomong kayaknya kita seumuran, 21 September ini aku 14 Tahun loh, catat ya hari ulang tahunku”

Dira : “Bagaimana mungkin aku mencatatnya, menulis pun aku tidak bisa, tapi aku akan mengingatnya 21 September kan?”

Lusi : “Iya juga ya, kamu kan gak bisa ngeliat.. tapi tenang aja Dir, mulai saat ini aku yang akan jadi mata kamu, kalau kamu mau jalan jalan, kamu telepon saja aku, aku minta nomor telepon kamu ya, sama alamat rumah kamu juga, biar aku bisa main ke rumah kamu. Ok?”

Dira : “Kamu lucu Lus, iya janji ya mau jadi temanku, nanti aku kasih no teleponku..”

Percakapan dengan Lusi terhenti saat perawat memanggil namaku “Andira Zakia Silahkan menuju ke ruang dokter sekarang” Panggil perawat. Aku memberi nomor teleponku pada Lusi dan segera menuju ruang dokter.

Dira : “Telepon aku ya Lus, tapi jangan SMS haha”

Lusi : “Siap Dir.. hehe”

Sejak saat itu aku jadi lebih sering ke rumah sakit, padahal rumah sakit adalah tempat yang paling menyeramkan bagiku, tapi karena Lusi aku mulai menyukai rumah sakit. Hari ini jadwal cek up ke dokter lagi. Aku sebenarnya sudah lelah dan pasrah bila tidak bisa melihat lagi selamanya, dulu aku sebenarnya bisa melihat, sampai suatu hari aku bangun tidur dan semua sudah gelap, hanya ada deretan pelangi di depan mataku. Aku tidak bisa melihat wajah mama, papa, adik, nenek, dan semuanya. Saat itu saat paling mengerikan dalam hidupku. Rasanya aku ingin mati saja, percuma hidup jika aku hanya akan menjadi beban keluarga, tapi mama adalah sosok yang luar biasa, mama selalu memberi aku semangat hidup dan terus ikhtiar agar aku bisa melihat lagi.

Dira : “Ma.. selesai dari dokter aku ketemu sama Lusi dulu ya, aku mau main sama Lusi.. katanya dia juga ke rumah sakit hari ini”

Mama : “Iya boleh.. ayo kita berangkat, sudah siap kan?”

Dira : “Iya ma”

Jalanan hari ini cukup ramai dari biasanya, untuk ukuran kota kecil Sampit jarang sekali mengalami kemacetan, kecuali ada orang yang kecelakaan atau ada event besar. Aku akhirnya tiba di Rumah Sakit Murjani, aku sudah tidak sabar bertemu Lusi. Terakhir aku ketemu dia dua minggu yang lalu. Aku segera menuju ke tempat aku dan Lusi biasa bertemu. Hampir satu jam aku menunggu Lusi, tapi dia tidak muncul juga. Aku mulai bete dan ngedumel sendiri.

Dira : “Lusi kemana sih, katanya janjian hari ini ketemu disini, tapi gak nongol juga, aku capek tau nungguin dia dari tadi..” gumam ku kesal.

Mama : “Dira… kamu ngapain ngedumel aja disitu, Lusinya mana?”

Dira : “Gak tau ma, dari tadi gak ada, nyebelin banget.. yaudah kita pulang aja ma..”

Mama dan aku sudah mau pulang, tapi mama pergi ke toilet dulu. Tiba-tiba aku dengar ada orang yang ngomong“Kasian banget ya anak yang tadi, ibunya nangis-nangis di halaman depan nyari orang yang bisa ngedonorin darah untuk anaknya” aku kira mereka awalnya ngomongin aku, ternyata tentang orang yang nyari donor darah, terus si temen orang itu nanya “Golongan darah yang dicari apa? RS kehabisan stok ya?” “Katanya sih AB, kamu tau kan AB itu susah banget dicari” “Iya.. kasian ya, mana golongan darahku A, coba saja kalau AB pasti sudah aku bantu” lanjut orang-orang itu. Aku jadi penasaran dengan siapa yang diceritakan orang-orang tadi. Tidak lama kemudian mama datang menghampiri aku..

Mama : “Dir ayo.. mama sudah selesai..”

Dira : “ Ma… Dira boleh minta sesuatu gak…”

Mama : “Apa??”

Lihat selengkapnya