September sudah menghampiri, hari yang cerah di awal September, padahal biasanya bulan-bulan yang berakhiran kata BER adalah musim penghujan, senang sekali rasanya bisa menghirup udara segar di pagi minggu. Suara tangis Rio adikku sudah menjadi saja di pagi hari ini. Aku ke ruang tengah dan terdengar papa sedang asik nonton TV. Aku duduk disamping papa.
Papa : “Eh Dira.. kamu sudah bangun? Sini dekat papa”
Dira : “Iya pa, hari ini jadwal ke dokter lagi kan pa?”
Papa : “Oh iya, papa ada kabar baik loh, kata dokter Madi, ada orang baik hati yang mau menjadi calon pendonor mata untuk kamu…”
Dira : “Hah? Papa serius.. alhamdulilllah… a… aku senang banget… aku harus kasih tahu ke Lusi pa… sebentar lagi aku bisa melihat.. a senangnya, makasih ya Allah..”
Papa : “Hmm tapi papa juga punya berita kurang baik…”
Dira : “Apa pa?”
Papa : “Lusi katanya mau pindah ke Jakarta, papa tau dari mamanya Lusi”
Aku benar benar terkejut, tanpa terasa air mataku jatuh, aku menyeka air mataku dan berjalan menuju kamar. Aku sedih, aku tidak tahu harus bagaimana, aku kecewa pada Lusi kenapa dia tidak bilang bahwa dia akan pindah dan disisi lain aku juga senang karena sudah ada calon pendonor. Pukul 14.00 WIB aku dan papa ke rumah sakit untuk menemui dokter Madi. Aku minta izin sebentar pada papa untuk menemui Lusi tapi papa tidak mengizinkan, papa bilang selesai dari rumah sakit saja. Dokter dan papa serta keluarga pendonor sudah menentukan tanggal pelaksanaan operasi mataku, aku sangat senang karena sebentar lagi bisa melihat. Aku ingin menceritakan semuanya pada Lusi, tapi dia tidak bisa dihubungi. Sepulang dari RS aku mampir ke tempatnya Lusi, kata satpam Lusi dan mamanya tidak ada di rumah.