“Semua orang itu sebenarnya baik, mereka kadang hanya melampaui batas” itu adalah kalimat yang pernah aku dengar dari seorang Lusi. Kejadian beberapa waktu yang lalu, cukup membuat alam bawah sadarku menjerit. Setiap malam aku dihantui perasaan takut, mimpi buruk, bayang-bayang Frans dan Bella yang memainkan pisau di depan wajahku selalu hadir. Kudengar dari mama, 4 hari yang lalu Arka ke Belanda, dia membantu mengurus masalah yang terjadi. Ingin rasanya aku berhenti kuliah, terlalu sakit untuk kembali.
Mama : “Dira… kamu sedang apa?”
Dira : “Hah? Enggak ma, Dira Cuma duduk aja..”
Mama : “Ada sesuatu yang ingin mama sampaikan ke Dira..”
Dira : “Apa ma?
Mama : “Dira jangan kaget ya…”
Dira : “Mama, jangan bikin Dira takut ya..”
Mama : “Barusan Arka telpon.. dia bilang…”
Dira : “Apa?”
Mama : “Frans….”
Dira : “Tadi Arka sekarang Frans.. ma mereka kenapa?”
Mama : “Frans… udah gak ada…”
Aku terdiam, tidak ada kata-kata yang dapat kuucapkan, perlahan air mata mulai jatuh. Apa yang terjadi kuharap hanyalah sebuah kebohongan. Tidak mungkin Frans secepat itu pergi. “Dira… dir.. kamu gak apa-apa kan?” mama terus memanggil namaku. Waktu berjalan lambat, mama bicara hanya seperti angin yang lalu. Mama menggerak-gerakkan tubuhku, menyadarkanku dari keheningan.
Dira : “Mama bohong kan?” tanyaku memperjelas.
Mama : “Maafkan mama, Frans memang sudah meninggal… “
Dira : “Aku harus ke Belanda sekarang!!!”
Mama : “Mama tau kamu pasti mau kesana secepatnya… mama sudah pesan tiket pesawat, nanti Arka jemput kamu di Bandara, sekarang kamu tenangkan diri dan siapkan barang-barang kamu seperlunya…”
Dira : “Iya ma…”
Tidak kusangka semua jadi begini, ini seperti mimpi. Aku sudah tiba di Belanda, aku mencari Arka, tapi tidak ada tanda-tanda Arka menunggu. Hingga seseorang menepuk pundakku.
Tony : “Dira..” ternyata Tony dan Zao..
Dira : “Where Arka…?”
Zao : “Dii..ra…” Zao langsung memelukku…
Rupanya Arka meminta Tony dan Zao menjemputku karena dia mendadak harus ke kantor polisi lagi, dari yang diceritakan Zao, Arka dituntut oleh keluarga Frans. Bertambah lagi kesedihanku. Kami menuju ke rumah duka yaitu rumah lama Frans. Sepanjang jalan aku menangis, air mataku benar-benar sudah kering. Aku tau Frans sebenarnya orang baik, aku menyesal karena menolak lamarannya waktu itu. Mungkin, jika aku tidak menolaknya, dia pasti masih hidup saat ini. Aku terus menyalahkan diri karena kematian Frans, Arka juga terancam masuk penjara.