19 September 2020
Ini hari keduaku menemukan fakta unik berikut mengenai Shandya, selain memiliki hobi menggambar kendaraan yang amat aku benci yaitu ambulance, nyatanya muridku itu sangatlah peka dan kritis anaknya. Tidak boleh salah atau asal-asalan saat kita memberikan pengajaran padanya.
Pasti semua orang mengira, masa sih anak berkebutuhan khusus bisa peka dan kritis? Aku juga sempat berpikir seperti itu, tapi nyatanya aku menemukan sendiri fakta unik itu tersemat di diri seorang Shandya.
Dia, si anak hebat dengan beragam kemampuan unik yang membuatku terperangah tak percaya. Kemampuan ajaibnya di luar ekspektasiku. Ini adalah pengalaman pertamaku tentang mengajar seorang anak berkebutuhan khusus, lebih tepatnya Shandya. Dia berbeda dengan anak berkebutuhan khusus lainnya. Dia sangat peka.
Dalam benak seorang aku—guru amatir yang tengah mencecap dunia pendidikan sebagai pemula— seolah tertanam bahwa anak berkebutuhan khusus sangat tidak memungkinkan memiliki sifat peka maupun kritis, yang aku tahu kalau anak berkebutuhan khusus adalah anak yang tak mudah diajari layaknya anak normal. Paling-paling mereka cepat lupa. Mereka juga tak mungkin berkomentar ini dan itu semisal aku melakukan ketidak sempurnaan dalam mengajarinya.
Namun setelah aku mengenal Shandya, pemikiranku mengenai anak berkebutuhan khusus seolah berubah. Shandya berbeda dari anak berkebutuhan khusus lainnya. Dia unik, dia luar biasa, dia hebat, dia cerdas.
Dia adalah orang paling peka dan kritis ketika aku asal-asalan menulis huruf atau angka ketika aku membubuhkan penaku di atas lembar tugasnya. Seperti halnya hari ini, dia berkomentar mengenai kesejajaran antara angka 1 dan 0.
"Miss kasih nilai 10 ya di gambarnya Shan," kataku sembari memberikan angka kesukaannya pada gambar yang telah selesai dikerjakannya. Entah kenapa dia lebih suka angka 10 daripada 100.
Setelah aku selesai dan menyodorkan buku gambarnya kembali, Shandya termenung sejenak sembari menatap buku gambar yang aku sodorkan.
"Ada apa, Shan?" tanyaku saat melihat Shandya diam tak bergeming dan fokus menatap nilai yang tertera di buku gambarnya. "Shan, gak suka nilainya? Mau miss ubah?" imbuhku dengan lembut.
Shandya pun menggelengkan kepalanya dan berkata.
"Miss kenapa angka satunya bengkok begini?" tunjuknya pada angka satu yang kuberikan. "Kenapa gak sejajar sama angka nol-nya?"
Aku pun merasa tertohok dan sulit percaya kalau Shandya akan berkomentar mengenai angka yang kutulis tidak sempurna itu. Kemudian aku pun berkilah pada Shandya karena menurutku itu hanya kesalahan kecil dan sepele.
"Loh nggak apa-apa dong Shan, kan nilainya tetap sepuluh."
"Nggak ah, Miss harus ganti pokoknya. Ini angkanya Miss gak tulis dengan benar, aku kan udah gambar dengan benar. Jadi Miss harus tulis nilainya dengan benar juga," kata Shandya sembari menampilkan ekspresi cemberut yang membuatku gemas sendiri jadinya.