Crystal masih membuat catatan poin-poin yang akan di sampaikan saat meeting Senin ini, dia belum merasa mengantuk walau sudah pukul 01.00 dini hari. Dia bisa tidur seharian nanti. Bahkan di hari Minggu Crystal lebih suka di rumah aza.
Samar-samar dia mendengar suara dari luar kamar. Crystal mengerutkan kening dan berjalan ke pintu kamar untuk mendengarkan lebih jelas. Arah suara dari sebelah kanannya yang merupakan kamar tidur orangtuanya.
Kamar Gyana di sebelah kiri, suara ibunya terdengar setengah berteriak. Crystal berdiri terpaku di pintu kamarnya, merasa was-was dan bingung apakah yang sedang terjadi.
" Kamu sudah mempermalukanku Hendrik, aku yakin semua orang di grup arisanku menggosipkanku di belakangku!!"
" Kalau begitu sudah seharusnya kamu keluar dari grup arisan tidak bergunamu itu." Suara Hendrik terdengar tajam.
" Hendrik!!! Jelaskan padaku sekarang juga tentang perempuan sialan itu!! Aku tidak mau melihat wajahmu sebelum kau memberi penjelasan." Jerit Melissa.
Crystal terkejut mendengarnya, dia khawatir suara teriakan ibunya akan membangunkan nenek dan asisten rumah tangga. Tapi kamar mereka berada di lantai bawah dan bagian lain sehingga rasanya suara pertengkaran itu tidak akan kedengaran.
Crystal merasa tidak enak sehingga dia kembali duduk di sofanya untuk melanjutkan catatannya. Orangtuanya bertengkar dengan kamar terbuka sehingga suara mereka terdengar sampai kamarnya yang tepat bersebelahan dan sekarang suara-suara itu malah lebih keras lagi.
Hendrik yang marah memutuskan tidur di kamar tamu di bawah, dia berbalik dan di kejar Melissa yang terus merongrongnya.
" Ini sudah kesekian kalinya Hendrik, aku sudah kehilangan kesabaranku!!"
" Selama aku masih pulang, selama kau masih di kenal sebagai nyonya besar Baswara, sebaiknya kau tidak mencampuri urusanku, urus aza anakmu yang bahkan pulang lebih malam dariku!" Bentak Hendrik.
" Itu karna kau sebagai ayah memberi contoh jelek untuk Gyana." Balas Melissa.
" Lantas apakah kamu sudah menjadi ibu yang baik?? Sebaiknya kamu kembali ke kamar, kalau sampai ibu terbangun, akan lebih besar lagi urusannya." Hendrik berkata dingin.
Melissa melotot dengan marah ke arah suaminya yang menuruni tangga, dengan mata berkaca-kaca dia kembali ke kamarnya dan membanting pintu kamarnya dengan keras. Di sambarnya ponselnya dan menelpon Gyana.
" Gya, kamu di mana? Ini sudah dini hari." Melissa langsung mencecar begitu Gyana mengangkat ponselnya.
" Uda hampir nyampe rumah ma, tadi party ultahnya Ella. Lagian besok Minggu ga ke kantor." Jawab Gyana.
" Kamu ga mabok kan? Cukup ayahmu aza yang bikin aku repot jangan kamu juga!" Melissa berkata dengan kesal.
" Jangan tumpahin kekesalanmu kepadaku ma, Aku bukan anak kecil lagi. Sudah, aku mau fokus nyetir." Gyana langsung mematikan ponselnya.
Melissa melempar ponselnya dan menangis sedih, kesal dan marah jadi satu. Tadi siang rekan arisannya, Tiffany--istri pemilik showroom mobil mewah dengan manis berkata bahwa dia melihat Hendrik Minggu lalu di vila Bukit Intan, sebuah vila eksklusif yang di sewakan hanya untuk kalangan tertentu.
Minggu lalu Hendrik ada pertemuan yang membahas komponen otomotif terbaru di luar kota, dan Melissa menganggap Hendrik pergi dengan Joseph seperti biasa, Joseph adalah tangan kanan kepercayaan Hendrik yang mengurusi pabrik komponen otomotif.
Ternyata Hendrik di lihat oleh Tiffany di vila Bukit Intan, kebetulan dia sedang menginap di sana juga saat itu bersama keluarganya.
" Maaf lho Mel, aku sebenarnya ga enak sama kamu kalo diam-diam aza. Kita kan sahabat uda lamaaa, suamimu kulihat sedang bersama seorang gadis muda, mungkin seumuran Gyana aza." Suara Tiffany terdengar bersalah tapi matanya bersinar-sinar.
Rekan-rekan arisannya semua terdiam menatap Melissa, menunggu reaksi Melissa. Tapi Melissa tidak mau termakan umpan Tiffany, dan syukurlah dia mampu menguasai diri dengan baik. Melissa tersenyum dan menjawab.