Oscar memperhatikan bagaimana Crystal yang di gandeng oleh seorang pria berjalan keluar ruangan. Berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya tapi Oscar berusaha tenang dan tetap fokus.
" Ehmm, sebelumnya saya meminta maaf atas kejadian barusan, bukan seperti itu rencananya saya memperkenalkan diri, dan jujur sangat memalukan." Oscar memulai.
" Saya seharusnya muncul bak bintang hollywood, tapi gagal total, hasilnya hanya seperti badut pesta." Oscar berkata dengan nada pasrah.
Terdengar gelak tawa kecil, kharisma Oscar dengan cepat membuat orang memaafkan kecerobohannya tadi. Jeany mendengus lega melihat reaksi tamu.
" Terimakasih Simon, kamu kembalilah ke dalam. Kurasa aku akan langsung pulang aza." Kata Crystal kepada Simon di depan pintu toilet.
" Kakimu tidak apa-apakah? Bisa berjalan?" Tanya Simon prihatin.
" Aku akan mengompres dengan air dingin, harusnya tidak apa-apa. Aku masuk ke dalam dulu ya, sekali lagi terimakasih." Crystal tersenyum lemah.
Crystal masuk ke dalam toilet yang sepi, dan langsung masuk ke dalam bilik terujung dan duduk di kloset, sambil melepaskan sepatunya. Mata kakinya memerah, dan sedikit membengkak, karna itulah terasa sakit.
Air mata menetes membasahi pipinya, Crystal tau bukan karna rasa sakit kakinya, tapi perasaannya yang campur aduk dari rasa malu, sedih dan shock karna kejadian memalukan tadi serta kenyataan Oscar yang dikenalnya ternyata adalah Oscar Ariesone.
Crystal terisak, entah mengapa hatinya terasa perih. Oscar yang pegawai mall terasa begitu dekat, tapi Oscar Ariesone adalah sosok yang berbeda, seoalah-olah terbentang jarak antara mereka. Oscar yang pewaris Ariesone corp dan dirinya hanya anak adopsi yang tidak jelas orangtuanya.
" Keterlaluan sekali si Crystal, memalukan sekali. Dia memang tidak bisa diajak hadir di acara resmi begini." Melissa menggerutu.
Acara fine dining sudah dimulai, hidangan mulai disajikan dan sang penyanyi melantunkan lagu menemani makan malam. Hendrik menghela napas dan sedikit menyesal dia melupakan Crystal yang susah berjalan dengan sepatunya.
" Sepatunya ketinggian, aku sudah memintanya langsung pulang." Tukas Hendrik.
" Aku tidak mengira dia benar-benar tidak bisa memakainya, untungnya teralihkan oleh Oscar. Ternyata dia orangnya lucu ya." Gyana tidak bisa menutupi rasa senang di suaranya.
Oscar Ariesone bahkan jauh lebih tampan dari yang dulu dikenalnya. Begitu gagah dan mempesona, Gyana tau gadis-gadis lain juga berpikir yang sama. Untungnya Jeany menyukainya, jadi Gyana merasa dirinya sudah selangkah lebih depan.
" Bukan kamu aza yang berpikir begitu Gya, liat itu." Melissa berkata kepada Gyana.
Keluarga Ariesone sedang berkeliling menyapa tamu-tamu. Sekarang mereka berada di meja pasangan Lukas dan Riyana--pengusaha batu bara, yang membawa serta 2 putrinya. Kedua gadis itu tampak berseri-seri dan berusaha menarik perhatian Oscar Ariesone.
Gyana tidak senang melihatnya, apalagi dilihatnya Tiara--yang sulung mengobrol dengan Oscar sambil sesekali menepuk lengannya. Tiara gadis yang manis, makanya Gyana tidak suka. Dia menganggap seolah-olah Oscar sudah jadi miliknya.
Daniel bergegas turun dari mobil dan masuk ke dalam hotel, dia sudah sangat terlambat diakibatkan macet panjang di tol karna ada kecelakaan, dia sudah mengabari pamannya tadi saat terjebak di tol.
Berselisih jalan, dilihatnya seorang gadis berjalan keluar hotel. Wajahnya cantik tetapi lesu dan ada bekas airmata. Gaunnya tampak agak basah, Daniel bertanya-tanya apakah gadis itu salah satu tamu Anton Ariesone.
Daniel menoleh sekali lagi, tapi gadis itu sudah berada di luar hotel. Lewat pintu kaca, Daniel melihatnya masuk ke dalam mobil mercy mentereng dan berlalu. Tepat saat itu pintu lift terbuka dan Daniel berjalan masuk.
Masuk ruangan grand ballroom, Daniel langsung menghampiri Anton Ariesone di mejanya dan memeluk pamannya dengan hangat. Anton Ariesone adalah adik dari ibu Daniel, ketika ayah Daniel meninggal saat dia masih Smp, pamannya-lah yang membiayai sekolahnya dan meminta ibu Daniel bekerja membantu perusahaannya.
Pamannya memasukkan Daniel ke Sma favorit yang elite, di sanalah Daniel bertemu dan bersahabat dengan Henry Baswara. Ketika Daniel tamat Sma, Ibunya meninggal dunia karna serangan jantung, tetapi pamannya tetap membiayai kuliah Daniel bahkan sampai ke Amerika Serikat.
Persahabatan Daniel dengan Henry tetap awet, biarpun mereka kuliah di beda tempat. Daniel di Philadelphia sementara Henry di Massachusetts. Tidak pernah di sangkanya kelak sahabatnya akan meninggal di usia muda karna serangan jantung, sama seperti ibunya.
" Charles sedang menyapa keluarga Baswara, kalau tidak salah dulu kamu bersahabat dengan salah satu Baswara?" Tanya Anton sambil memandang ke arah meja keluarga Baswara.
Mendengar nama Baswara, Daniel langsung menoleh ke arahnya. Hendrik dan Melissa Baswara berdiri bersama seorang gadis yang sedang berjabat tangan dengan Oscar. Daniel teringat akan seorang gadis kecil yang pernah dilihatnya di rumah Baswara saat mengantar Merry ke sana.
" Itu pasti putri Hendrik dan Melissa Baswara yang sudah tumbuh besar, apakah Crystal tidak ikut hadir?" Pikir Daniel dalam hati karna dia tidak melihat sosok lain lagi di meja itu.
" Charles, Jeany, kami minta maaf atas keributan kecil tadi yang disebabkan putri kami Crystal Baswara." Kata Melissa tidak enak hati.
Oscar sangat terkejut hingga langsung melepaskan jabatan tangan Gyana. Crystal Baswara? Jadi Crystal adalah putri keluarga Baswara, tapi Crystal begitu sederhana, dan tidak menunjukkan tanda sedikitpun kalau dia adalah putri keluarga Baswara, bahkan dia hanyalah staff marketing di Baswara mall punya keluarganya.
" Dan dimanakah dia sekarang? Maksud saya Crystal Baswara tante?" Tanya Oscar langsung.
" Oh, dia sudah langsung pulang, mungkin merasa malu karna kejadian tadi." Jawab Melissa yang terkejut Oscar menanyakan keberadaan Crystal.
" Jangan bertanya begitu Os, kamu bahkan lebih ceroboh daripada Crystal Baswara." Tegur Sharon yang mengira Oscar hendak melihat seperti apa Crystal yang membuat keributan kecil tadi.