Salju Terakhir

Liliyanti
Chapter #14

Saat makan malam

Pukul 12.00 lewat pengunjung sudah membludak, remaja-remaja bersama orang tua dengan kostum khas Korea yang mengikuti perlombaan. Customer service menjadi salah satu bagian yang sibuk.

Victor dan Graciela melayani telpon-telpon yang masuk dan pengunjung yang banyak bertanya tentang jalannya perlombaan, alur perlombaan sampai hadiah utama.

" Ibu, lebih jelasnya anda bisa langsung bertanya kepada panitia lomba langsung di lantai 3 tempat perlombaan di mulai." Kata Victor sopan.

" Saya tidak punya waktu, grup anak saya di 16 besar sedang berusaha berjuang untuk lolos ke 8 besar, yang saya mau tau sekarang sudah sampai nomor berapa? Grup anak saya giliran tampil yang ke 12." Ibu itu tetap ngotot.

" Ibu, saya ini customer service, bukan bagian panitia perlombaan. Saya tidak tau sekarang sudah sampai nomor ke berapa." Victor berusaha sabar.

" Justru karna anda-- siapa namamu oh Victor adalah Cs, maka tugas anda memberi informasi kepada customer! Anak saya masih sedang latihan, kalau sudah hampir tiba gilirannya, mereka baru datang, rumah saya tidak jauh dari sini." Sahut Ibu itu sambil memicingkan matanya.

Victor menghembuskan nafas kuat-kuat, kesabarannya benar-benar sedang diuji, dia mengangkat telponnya mencoba menelpon, Graciela yang juga sedang melayani customer meringis kepadanya.

Tidak ada yang mengangkat telpon, dia mencoba lagi tapi tetap tidak ada jawaban. Akhirnya Victor meletakkan telponnya dan memberitahukan ibu itu agar langsung mengecek ke tempat perlombaan.

" Mall sekelas Baswara Mall koq bisa memperkerjakan karyawan malas sepertimu??? Aku ingin bicara dengan manajermu!!!" Seru ibu itu dengan nada tinggi.

" Ada apa ini?" Suara Gyana yang dingin terdengar dari arah belakang.

Berdiri di situ dengan sorot mata tidak senang, Gyana, Samuel dan Firda. Victor membuang muka ketika ibu itu mulai mengoceh dari A dan Z sambil menunjuk-nunjuk ke arah Victor. Firda segera menenangkan ibu tersebut ketika dilihatnya kerumunan semakin ramai melihat mereka.

" Sam, suruh bagian Hrd keluarkan Sp pertama untuk mendisiplinkan karyawan baru yang tidak becus kerja ini." Gyana berkata kepada Samuel dan tanpa menoleh ke arah Victor dia berjalan pergi.

Samuel memberi kode kepada Graciela untuk menggantikan Victor menangani ibu yang marah-marah itu. Wajah Victor memerah, dia tau mereka semua tau kalau dia bersepupu dengan Gyana, dan Gyana terang-terangan menunjukkan ke semua orang kalau hubungan mereka sangat buruk.

Setelah itu Victor lebih banyak diam, dan membiarkan Graciela yang melayani customer, dia merasa sakit hati. Victor sudah berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya, tapi terkadang kelakuan dan permintaan customer sungguh di luar batas.

Gerai Korean corner akan resmi di buka Minggu depan, Victor sudah bisa membayangkan serbuan penggemar negara ginseng tersebut dan dia merasa kecut.

.

.

Victor membaca dengan geram surat peringatan pertama-nya, yang di kirim dari bagian Hrd atas perintah Gyana. Jikalau dia melakukan kesalahan dan mendapatkan sp, dia masih bisa terima, tapi menurutnya peristiwa tadi siang bukan 100% kesalahannya. Di remasnya surat itu dan dilemparnya ke tong sampah.

Tepat saat itu ayahnya berjalan masuk ruang makan. Mengerutkan kening Felix bertanya kepadanya apa yang dibuangnya, dan Victor menceritakan semua yang terjadi di mall tadi siang.

" Papa tidak melihat pandangan Gyana padaku, seolah-olah aku ini sampah yang perlu di musnahkan." Victor berkata dengan sakit hati.

" Aku tau Vic, kemarin ketika aku mengambil uang dengan Hendrik, dia juga menatapku dengan mata menghina." Tukas Felix.

Victor menunduk, karna kebodohannya dia membuat ayahnya harus merendahkan diri sekali lagi untuk meminta uang kepada Hendrik Baswara. Gara-gara seorang wanita yang dikejarnya mati-matian, dan wanita itu hanya menginginkan semua barang brand atas, demi dirinya Victor sampai memakai uang perusahaan.

Dan ketika semua terbongkar, perusahaan memecatnya dan hendak memperkarakannya kalau dia tidak mengganti uang 300jt yang dia pakai. Usaha makelar Felix sedang lesu sehingga dia tidak mampu mengganti uang sebanyak itu, dan jalan satu-satunya hanya meminjam dari Hendrik.

" Maafkan aku pa, aku sungguh menyesal. Aku tidak betah kerja di sana, kurasa aku akan mencoba mencari kerja di tempat lain." Kata Victor.

" Mau kerja ke mana lagi, kamu sudah punya catatan minus di history kerjamu. Tetap bertahan di situ." Sahut Felix.

" Yang ramah padaku hanya Crystal di keluarga mereka, bahkan dia sendiri hanya di jadikan staff marketing oleh kakaknya sendiri." Kata Victor tidak habis pikir.

Felix tidak menjawab apa-apa, tapi sambil makan otaknya terus berputar. Dengan informasi yang dimilikinya dia bisa aza langsung menemui Crystal dan menceritakan semuanya, setelah Crystal mengklaim kedudukan yang seharusnya jadi miliknya, mungkin Felix bisa mendapat keuntungan juga.

Tapi Crystal hanya gadis muda polos yang tidak punya kekuatan maupun kekuasaan, tidak mungkin dia bisa melawan Hendrik, bisa-bisa malah dirinya di laporkan atas tuduhan fitnah. Felix menggelengkan kepalanya, itu bukan rencana yang bagus.

Untuk meminta uang kepada Hendrik terus menerus, Felix juga tidak berani. Dia mengenal Hendrik dengan baik, sepupunya itu orang yang temperamental dan ketika terdesak tidak akan segan melakukan apapun juga.

Henry yang berhati lembut dan tenang. Semasa mereka kecil, ketika dia melakukan kenakalan, Henry beberapa kali menolongnya dan membelanya di hadapan ayahnya. Tapi Henry bernasib malang, meninggal di usia muda. Hidup sungguh kadang tidak adil, pikir Felix getir.

.

.

Crystal mematut dirinya di cermin, dia memakai kemeja yang di padankan dengan rok midi dan berpikir penampilannya tampak membosankan. Di bukanya lagi lemari bajunya, dan kali ini dia mengeluarkan atasan pink muda dengan flared skirt hitam.

Lihat selengkapnya