Crysal merasa telinganya berdengung, darahnya berderu-deru di kepala. Dadanya terasa sakit lagi, seperti ada bola besar yang berat menekannya, perutnya melilit hebat, Crystal merasa kesakitan yang amat sangat, bahkan lebih sakit dari tusukan pisau Victor.
Bruk....Felix menoleh, di dekat meja kecil ruang tamu Gyana berdiri dengan wajah pucat pasi, vas bunga di atas meja jatuh terguling, tertabrak oleh Gyana.
" Bohong!!! Pembohong!!!! Anak dan ayah sama pembohong dan penipu!!!" Suara Gyana bergetar, tidak kuat seperti biasa.
" Ya, karna kita keluarga Baswara berdarah pembohong dan penipu. Sekarang kau tau bagaimana manipulatif-nya orangtuamu, demi harta mereka tidak ragu melakukan apapun juga!!" Felix berkata dengan keras.
" Aku tidak mempercayaimu, Crys jangan dengarkan dia, kamu gila kalau dengarkan dia. Aku tidak percaya, kau pembohong!!!" Gyana dengan ngeri merasa matanya digenangi air mata.
" Semua yang kukatakan ada buktinya. Surat tes dna bisa didapatkan lagi dari arsip rumah sakit, petugas rumah sakit yang memalsukan surat kelahiran dan adopsi Crystal aku kenal orangnya." Kata Felix sinis.
" Lebih dari semua itu, saksi hidup kejadian saat itu adalah Ibumu dan nenekmu serta orang bernama Daniel itu." Lanjut Felix lagi.
Dia berpaling ke arah Crystal yang duduk membungkuk kesakitan, keringat dingin mengucur deras, tubuhnya terasa panas dan gemetaran. Felix terkejut dan ketakutan, tubuh Crystal belum sanggup menerima shock berat.
Cepat di sodorkannya pulpen dan surat perjanjian yang sudah disiapkannya tadi kepada Crystal, Felix berusaha memanggil Crystal agar tetap sadar, dia harus buru-buru.
" Crys, sesuai janjimu tadi, tanda tangani surat ini. Aku sudah menceritakan semuanya, aku tau memang menyedihkan, tapi itulah kenyataannya."
Crystal memegang pulpen dengan gemetaran, dia harus fokus karna matanya terasa kabur, Felix menunjuk dimana Crystal harus membubuhkan tanda tangannya, begitu ditandatangani, cepat-cepat di masukkannya ke dalam map dan scepatnya pergi dari sini.
" Crys, tekan bel-nya, panggil dokter. Keadaanmu tidak bagus, maaf, semoga kamu berhasil melewati semuanya." Kata Felix kepada Crystal.
"Gyana??kenapa kamu?? Siapa kamu??" Sebuah suara mengagetkan Felix.
Oscar Ariesone memegang pundak Felix yang hendak pergi, dia tidak mengenal Felix, begitupula Felix.
"Aku keluarga Baswara, daripada mengurusiku, sebaiknya panggil dokter." Tukas Felix sambil menoleh ke arah Crystal.
Oscar melepaskan Felix dan segera menghampiri Crystal yang sedang kesakitan dan sekarang mulai kehilangan kesadaran. Oscar memanggil Crystal dengan panik dan menekan bel.
Gyana sedang berusaha menahan Felix, tapi Felix menepis tangannya hingga terjatuh, dan dengan cepat dia keluar dan pergi dari rumah sakit menuju kantor polisi.
Dokter yang datang memeriksa mendapatkan turunnya tekanan darah Crystal yang drastis, demamnya juga tinggi, dan dokter mengkhawatirkan infeksi pada luka. Dia merasa heran mengapa kondisi Crystal yang sebelumnya stabil mendadak menurun.
Begitu obat-obatan yang diberikan bekerja, Crystal mulai kelihatan tenang, tidak kesakitan seperti tadi. Dia tertidur, dengan wajah yang mulai berwarna, tidak pucat pasi lagi.
" Pasien sudah stabil, biarkan dia beristirahat. Jam 5 sore perawat akan datang memberikan obat dan mengecek infus." Kata Dokter Heru.
" Syukurlah, terimakasih dok." Jawab Oscar.
Oscar duduk di sebelah ranjang, dia menggenggam tangan Crystal dan membelai rambutnya. Setidaknya dia tidur dengan tenang, tidak kesakitan seperti tadi. Oscar lalu berjalan ke ruang tamu di mana Gyana duduk diam dari tadi.
Oscar duduk dan meletakkan sebotol air di depannya,
" Minumlah Gyana, kamu kelihatan tidak begitu sehat."
Gyana tidak menjawab tetapi mengambil botol air dan meminumnya sampai habis sekaligus. Keangkuhannya dan kepercayaan dirinya seolah lenyap dari dirinya saat ini, bahunya bahkan kelihatan lemah.
" Apa yang terjadi Gyana? Siapa orang tadi, benarkah dia keluargamu?" Tanya Oscar.
" Iya, dia sepupu ayahku. Victor anaknya." Gyana menjawab dengan lemah.
" Apa yang dikatakannya kepada Crystal? Kalian berdua kelihatan shock tadi." Oscar bertanya lagi, perasaannya tidak enak, dia berharap bukan seperti yang dipikirkannya.
Gyana menghela nafas panjang dan menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa dengan lengannya menutupi matanya. Kenyataan yang di dengarnya tadi terlalu kejam. Dia sendiri tidak bisa membayangkan kalau dia yang dipisahkan dengan cara begini dengan ibunya.
Ibunya sangat mencintainya, kenapa ibunya bisa tega melakukan hal itu, memisahkan seorang ibu dengan anaknya. Harusnya ibunya bisa merasakan kepedihan kehilangan anak, yang lebih memilukan lagi, ibu itu baru kehilangan suaminya, tidak mengherankan dia mengalami gangguan mental.
" Aku tidak tau bagaimana harus bercerita padamu, Os." Gyana menjawab.