Daniel membantu memasukkan koper Crystal ke dalam rumah. Crystal sendiri memapah Merry yang masih kelihatan lemas dan masih agak bingung. Daniel meletakkan dua kotak box makanan di atas meja makan, dan kue ulangtahun yang di beli Merry di sebelahnya.
" Mer, maaf membuatmu sangat terkejut, aku ingin memberi kejutan besar ini untukmu. Enjoy your night with your beloved daughter. Aku pergi dulu Crys, happy birthday ya." Daniel menepuk punggung Merry yang duduk di sofa dengan hangat.
" Terima kasih paman Daniel. Good night." Crystal mengantar Daniel sampai ke pintu depan.
Crystal lalu bersimpuh di depan ibunya dan memeluknya erat. Di rambut hitam ibunya sudah tumbuh uban, tubuhnya begitu kecil, Crystal tidak tau apakah memang ibunya begitu kecil atau karna kesedihan.
Yang menyakitkan hati Crystal adalah di wajah ibunya yang masih terlihat kecantikan dimasa mudanya, terlihat jelas gurat kesedihan dan penderitaan. Dan saat ini ibunya masih terus menangis.
" Aku sudah di sini mama, maaf sudah membuatmu menunggu lama. Tapi mulai sekarang kita akan selalu bersama-sama. Semua akan baik-baik aza, kita akan berbahagia, aku berjanji."
Crystal duduk di lantai, di hadapan dan menggenggam tangan ibunya erat-erat. Membiarkan ibunya mengeluarkan segala kesesakan dan kesedihan yang dipendamnya selama ini. Sesekali di sekanya airmata yang jatuh di pipi tirus ibunya.
" Sudah jam berapa?" Tanya Merry tiba-tiba.
" 23.18, ada apa ma?" Jawab Crystal bingung.
" Kue-mu, ini masih hari ulangtahunmu. Tiup dulu lilinnya." Merry berkata dengan suara serak.
" Paman Daniel juga membelikan paket shabu-shabu tadi, katanya cocok di malam dingin begini. Aku siapin dulu ya ma." Kata Crystal.
Merry membuka kotak kue yang tadi sempat terjatuh, untungnya kuenya masih bagus. Di bukanya ikatan lilin, dan memasang mengelilingi kue tersebut. Sementara Crystal membuka lemari mencari kompor portable.
" Ada di rak bawah Crys." Kata Merry kepada Crystal.
Crystal lalu membuka pintu rak bawah dan mengeluarkan kompor berserta tabung gas kecil, lalu memasangnya dan menaruhnya di meja makan. Merry menyiapkan panci, mangkok, piring dan sendok-sendok. Crystal lalu membuka bungkusan kotak dan mengeluarkan isinya, dari kuah, nasi hingga berbagai macam sayur dan daging.
Untuk terakhir Merry mengeluarkan sebotol wine dan 2 buah gelas. Mereka lalu duduk berhadapan di kursi sambil menunggu kuah panas dan sayuran matang. Merry lalu menyalakan lilin dan mulai menyanyikan lagu happy birthday dengan suara masih serak.
Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday my dear daughter, happy birthday to you
Mata Crystal berkaca-kaca, membayangkan setiap tahun ibunya menyanyikan lagu happy birthday seperti begini, akan tetapi yang berulang tahun jauh di sana dan tidak mengetahui tentang dirinya. Crystal memejamkan matanya dan berdoa dalam hati, lalu meniup lilinnya.
Crystal lalu mengambil pisau dan memotong kuenya, potongan pertama di berikannya kepada Merry yang tersenyum penuh haru.
" Aku sayang kepadamu mama, makanlah, ini kue pertama kita, pasti rasanya enak sekali. Aku juga suka sekali sama tiramisu." Kata Crystal sambil menyuapin Merry.
" Ini kue terenak yang pernah kumakan. Tiramisu juga kue kesukaan ayahmu, setiap kali aku bertanya padanya mau dibikinkan kue apa, jawabannya adalah tiramisu." Ujar Merry sambil menggigit kuenya.
" Dan aku sepertimu, suka baking. Oma selalu bilang aku seharusnya membuka toko bakery suatu saat nanti." Kata Crystal sambil tersenyum.
" Apa kabar nenekmu Crys? Sehat-sehat??" Tanya Merry pelan sambil menyendok kuah shabu ke dalam mangkok Crystal dan mangkoknya.
Why" Oma sehat ma......sebenarnya oma titip maaf dan salam. Oma, paman Hendrik, bibi dan kak Gyana menunggu kita pulang ke sana. Mereka ingin meminta maaf langsung kepada mama, dan memperbaiki hubungan dengan mama." Jawab Crystal dengan hati-hati, dia tidak ingin mengingatkan ibunya tentang kejadian menyedihkan itu lagi.
Merry terdiam, mengenang kembali pertemuan pertama dan terakhir dirinya dengan keluarga Baswara. Sudah lama berlalu, dia bahkan sudah tidak begitu mengingat wajah-wajah mereka lagi.
" Sebenarnya aku sudah memaafkan mereka sejak lama Crys, kalau tidak aku tidak mungkin bisa hidup sampai hari ini. Hanya dengan mengikhlaskanmu, mempercayai mereka pasti merawatmu dengan baik, aku baru bisa bertahan dalam kesendirian dan kerinduanku padamu dan ayahmu." Merry memulai ceritanya.
Ketika pulang kembali ke Amerika dalam keadaan terguncang hebat, Merry pulang kembali ke rumah bibi Elly, dia menolak untuk makan, bicara, ke dokter bahkan bangun dari tempat tidur. Merry hanya menangis terus menerus, sesekali tertawa dan menjerit-jerit memanggil Crystal setiap malam.
Daniel tiap hari datang menjenguknya, akan tetapi Merry tidak berkata sepatah kata pun padanya, berat badannya turun drastis, karna dia hanya makan sedikit sekali, itupun karna disuapin dengan paksa oleh bibi Elly. Rambutnya mulai rontok karna stress berlebih, bahkan Merry mulai berhalusinasi.
Uncle Bert lalu membuat janji dengan psikiater, dan bersama bibi Elly hendak memaksa membawa Merry menemui psikiater. Sehari sebelum hari pertemuan, dua minggu setelah kepulangannya, Merry mengiris nadi tangannya dengan pisau.
Merry tertolong karna bibi Elly mengantar makan malam ke kamarnya yang terkunci, uncle Bert lalu mendobrak masuk dan mereka menemukan Merry bersimbah darah di atas tempat tidur dalam keadaan sudah tidak sadarkan diri.
Dokter berjuang keras menyelamatkan nyawa Merry, setelah melewati masa kritis, Merry baru sadar 4 hari kemudian. Setelah keadaannya stabil, ketika datang menjenguknya, bibi Elly berbicara dengan serius tapi lembut kepada Merry.
" Merry sayang, hatiku tersayat-sayat melihatmu sangat menderita begini, kemarin aku sebenarnya tidak begitu setuju kamu membawa Crystal yang baru 3 bulan menempuh perjalanan begitu jauh, hanya aza karna aku tau kamu begitu ingin membawa Crystal untuk bertemu Henry, maka aku tidak berusaha melarangmu."
" Henry pria yang baik, tidak pernah kusangka keluarganya sedemikian manipulatif dan tega memisahkan bayi 3 bulan dari ibu kandungnya. Tapi Merry, walaupun saat ini terpisah, selama masih hidup suatu saat kalian masih berkesempatan berkumpul kembali."
" Kebenaran akan selalu mencari jalannya sendiri, tidak ada kebenaran yang bisa ditutupi selamanya. Anak itu akan tumbuh dewasa, dan mencarimu kelak, itu kalau kamu masih hidup. Jika kamu menyerah dan memilih pergi, bukankah kamu akan mematahkan hatinya??"
" Henry yang di sana akan sangat kecewa padamu. Aku yakin di saat terakhirnya, yang ada dipikirannya adalah kamu dan anaknya yang tidak akan pernah mengenalnya. Dia pasti berharap kamu bisa menjadi ibu yang baik dan mengenalkannya kepada anak kalian. Tapi kamu memilih menyerah, apakah kamu yakin akan bisa ke tempat Henry dengan cara seperti ini??"
Setiap kata yang diucapkan bibi Elly bagaikan lecutan cambuk yang membukakan mata dan pikiran Merry. Dalam tangisnya dia memeluk bibi Elly erat-erat.
" Maafkan aku bibi, maafkan aku. Aku sangat bodoh, hidupku tidak bearti lagi sejak kepergian Henry, hanya Crystal sumber kekuatanku. Begitu dia direbut paksa dariku juga, aku kehilangan akal sehatku. Tapi aku tidak tau bagaimana menghilangkan sakittttttt ini dalam diriku bibi." Raung Merry dengan memilukan.
" Temui psikiater, Merry, jalani terapi atau apapun saran dokternya. Aku, uncle Bert, Daniel selalu bersamamu. Bahkan customer di toko banyak yang menanyakanmu Mer. Bangkitlah sayangku, kamu pasti kuat." Bibi Elly menguatkan Merry.
Merry menemui psikiater, rutin meminum obatnya, menjalani terapi sesuai jadwal dan melakukan apa yang dinasihatkan dokternya. Dengan mulai mengikhlaskan dan menerima apa yang telah terjadi. Tetap berpikiran positif dan berpengharapan akan masa depan, dan belajar memafkan orang-orang yang telah melakukan hal ini kepadanya.
Merry juga mulai menerima murid untuk belajar baking, bertemu dan mengajari remaja, ibu-ibu bahkan nenek-nenek memberi banyak pengalaman baru untuk Merry, dia berusaha mengalihkan rasa rindu kepada putrinya dengan melakukan banyak kegiatan dan berinteraksi dengan banyak orang.
Setahun kemudian Merry sudah bisa lepas dari obat, tapi dia masih rutin bertemu dengan psikiaternya 2 Minggu sekali, lalu menjadi sebulan sekali dan setelah 2 tahun lebih berjuang, dokter menyatakan Merry sudah sembuh total dan tidak perlu terapi lagi.