Mbak-Mbak SCBD
Selain malam minggu, jam pulang kantor juga salah satu waktu sibuk di “Cerita Kopi”. Terutama di Jum’at malam. Lokasinya yang berada tidak jauh dari gedung perkantoran, membuat banyak mas-mas berdasi dan mbak-mbak ber-lanyard memenuhi tempat ini. Tidak sekali dua kali Yudhi menyaksikan pertukaran nomor yang dititipkan dalam segelas kopi. Ada yang berakhir bahagia, ada yang tidak direspon, ada juga yang baru kopinya saja sudah ditolak. Yah, namanya juga usaha.
Salah satu mbak-mbak ber-lanyard yang datang malam ini, menanyakan menu special kepada Tiwi. Sekarang dia sudah duduk di depan Kala. Dengan skinny pants putih, knitted top light grey dan blazer coklat muda, wanita ini langsung menarik perhatian Kala. Rambutnya yang dicat coklat diikat tinggi dengan blow yang masih tersisa di bagian bawah. Aura wanita karirnya begitu terasa. Tanpa sadar, Kala merapihkan rambutnya sendiri yang sudah tidak berbentuk.
“Halo ... kamu punya cerita apa?”
“Hai. I work over there, di gedung belakang sana, lantai lima belas. Aku ke sini sama temen kantor. Kita mau ngopi-ngopi sampe tempat ini tutup, sambil ngomongin boss aku ... eh boss kita, well ... boss beberapa orang dari kita sih exactly.”
Ini salah satu efek samping air putih milik “Cerita Kopi”, si peminum akan berbicara jujur. Kadang terlalu jujur seperti perempuan ini.
“Emang boss kamu kenapa?”
“Orang paling egois yang pernah aku kenal. Padahal umur nggak beda jauh, cuma dia pinter aja makanya udah jadi atasan.
It's been two years aku kerja di sana, dan masih juga nggak bisa nebak isi kepalanya. Kadang A, terus B, balik lagi ke A, pas mulai dikerjain minta yang C. I mean, like ... nggak tahu emang labil, atau cuma mau nyusahin bawahannya doang, sih.”
Dia bermain dengan ujung rambutnya.
“Udah gitu yang paling ngeselin, kerjaan aku nggak pernah dihargain, setiap aku ngasih masukkan selalu nggak di-notice. And this just happened today, dia bilang kalo ada tektok-an sama client via e-mail harus di cc. Oke aku cc, tapi abis itu dia ngomel gara-gara nggak tahu progress terbaru. Padahal dia aja yang nggak buka e-mail.”
“Boss kamu cewek apa cowok?”
“Cowok.”
“Oke. Terus sekarang ...”
Belum selesai Kala berbicara, perempuan itu langsung memotong.
“Apalagi kalo lembur, oh ... my God! Kita nggak boleh pulang kalo dia belum pulang. Padahal kerjaan kita hari itu udah selesai. Jadi kadang kalo udah nggak ada kerjaan lagi, kita langsung siap-siap pulang begitu jam lima. Soalnya kalo dia lihat kita masih di kantor, pasti ada aja nyuruhnya."
Perempuan itu menghembuskan nafas kesal.
"Dia sih enak, single, belom nikah, pacar nggak ada, keluarga di luar kota, temen nggak punya. Ya ... siapa juga sih yang mau temenan sama dia. Tapi bawahannya kan punya kehidupan sosial juga. Please deh, kita kan juga pengen nonton sama pacar, pergi sama temen, makan sama keluarga.”
“Dia hobi banget kerja?”
“Bukan hobi lagi, emang hidupnya monoton. Kantor - apartment - kantor – apartment, paling gym seminggu tiga kali. Pantes sih badannya bagus. Tapi film paling baru di biokop aja nggak update. Dia kayaknya nggak tahu kalo manusia tuh butuh interaksi sama manusia lain.”
“Kok kamu tahu banget?”
“Soalnya kita pernah ngobrol.” Dia menjawab dengan polos.
“Kapan?”
“Kita pernah lembur bareng buat ngerjain presentasi penting ke client. Aku yang jadi project leader-nya jadi mau nggak mau harus lembur berdua. Terus dia nganterin pulang, soalnya udah lewat tengah malem. Biar nggak akward aku coba ajak ngobrol aja. He’s a nice person sebenernya, cuma kalo masalah kerjaan aja agak aneh.”
Mata Kala membesar, alisnya naik, bibirnya menahan senyum.
Ini sih bukan cerita kerjaan, ini cerita cinta!
Kaya di novel-novel online itu!
“Kalo ...”