Namanya Juga Keluarga
“Bakso campur satu, bakso urat satu.” Naresh menyebutkan pesanannya ke tukang bakso yang datang ke meja mereka.
“Kok lo tahu pesenan gue?”
“Waktu makan di deket kantor gue kan, lo pesennya bakso urat semua.”
“OOOHHH ... Lo inget pesenannya Kalaaa ...” Binar terlihat bersemangat dengan percakapan mereka. Sebelum kesakitan karena tulang keringnya ditendang Kala dari bawah meja.
Tidak lama, makanan memenuhi meja di pinggir jalan itu. Bakso, mie ayam, nasi goreng, roti bakar, dan tidak lupa es teh manis. Rama yang dari tadi pergi untuk menelfon, akhirnya kembali. Wajahnya terlihat kesal.
“Kenapa, lo?”
“Brengsek, Adek gue. Bisanya nyusahin doang.” Dia menyeruput es teh manis untuk meredakan kemarahannya.
“Kenapa lagi dia?”
“Mau pindah kuliah. Katanya kampusnya nggak asik, dosennya sensi sama dia, apa lah alesannya, makanya IP-nya jelek. Padahal dia aja yang bego. Heran gue, udah dibayarin bukannya kuliah yang bener.”
Cerita lama. Binar dan Kala mulai mengambil suapan pertama. Hanya Naresh yang mendengarkan cerita Rama dengan serius.
“Gue suruh cari duit sendiri aja kalo emang mau pindah kuliah, gue ogah bayarin lagi. Langsung diem dia. Pokoknya kalo dua tahun lagi nggak kelar juga, gue berenti bayarin SKS itu bocah. Mending duitnya gue pake buat ternak lele."
"Gue tuh cuma takut kalo nanti Bokap pensiun, dia nggak punya uang lagi buat masa tuanya gara-gara abis buat ngurusin Adek gue yang kampret itu.”
Binar mendorong mangkok mie ayam ke depan Rama. “Makan dulu. Marah lebih enak kalo perut kenyang.”
Kala melihat wajah Naresh yang bingung. Sepertinya baru pertama kali dia melihat Rama yang biasanya haha hihi sekarang terlihat sangat emosi.
“Ram, Naresh boleh diceritain nggak?” Pertanyaan Kala dijawab dengan anggukan.
“Adeknya Rama emang nggak jelas dari SMA. Sekolahnya nggak beres, ogah-ogahan ngerjain tugas, kebanyakan main, gonta ganti pacar, minta duit mulu. Sampe kuliah juga masih gitu. Kalo kata lo kaya apa, Bi?”
“Kaya anak nggak tahu diri di FTV azab Indosiar.”
Dengan mulut penuh mie ayam, Rama mengacungkan jempol ke ujung hidung Binar.
“Makanya Rama milih kerja di Jakarta biar jauh dari adeknya di Bandung.”