Special Case
“Kamu pesen minum sama Ibukku ya. Aku mau ambil HP dulu.”
Saat Ratih memilih minumannya, Kala membereskan ruangan belakang dan mencuci gelas yang masih bertumpuk. Sementara Surya sedang merapihkan rak bagian bawah. Sebelum keluar ruangan, Kala mengambil HP-nya. Diikuti Surya yang sudah selesai menyusun botol-botolnya.
Melihat mereka berjalan keluar, Tiwi memanggilnya.
“Ratih kenapa?”
“Emang ada apa, Ma?”
“Dia nanya menu special.”
Mereka terdiam. Lalu Kala menarik tangan Ratih dan mengajaknya ke meja bar.
“Kenapa sih, Kal? Aku belum pesen minum.”
“Ehm ... Kamu langsung pesen ke barista aja.
Yud, bikinin yang dia mau. Nanti gue yang bayar. Ditulis aja dulu.”
“Siap, Kal.”
“Kamu duduk sini, ngobrol sama mereka berdua. Aku mau ngomong sama Bapakku sebentar.”
Dari tempatnya berdiri, Kala menoleh ke arah Surya. Mereka saling menatap untuk beberapa detik, lalu Surya menggeleng dan bergegas masuk ke ruangan belakang. Seperti mengetahui apa yang akan Kala katakan. Ekspresi Surya membuat Kala mengernyitkan dahi, lalu berlari kecil menghampirinya.
“Nggak, Mbak.” Ucap Surya tepat saat Kala menutup pintu.
"Aku belom ngomong apa-apa."
"Papa udah tahu. Kamu pasti mau bantuin Ratih pake cara kamu."
“Aku tahu masalah Ratih ini dari lama. Aku pengen banget bantuin dia. Boleh ya, Pa.”
“Mbak Kala, dengerin Papa ...”
“Sebulan. Aku nggak akan pulang lewat tengah malem selama sebulan, kalo Papa ngijinin aku bantuin Ratih.”
“Mbak ...”
“Dua bulan.” Kala mengangkat dua jarinya.
"Mbak Kala ..."
"Tiga bulan. Kalo Papa bolehin aku, selama tiga bulan setiap Cerita Kopi tutup aku langsung pulang ke rumah. Nggak ada pergi-pergi sampe pagi lagi."
Surya melepas kacamatanya.
"Aku juga mau dengerin semua kata-kata Papa. Tapi ijinin aku sekali iniii aja."
Surya menyuruh Kala duduk dengan tangannya.
“Mbak Kala ..." Ucap Surya setelah Kala mengambil tempat di depannya. "Kamu mau pake kemampuan kamu buat bantuin tamu biasa aja nggak Papa bolehin, apalagi ini temen kamu.”
“Please, Pa.”
“Nggak, Nduk.”
“Satu kaliii aja. Biarin Kala nyoba.”
"Kalo Papa bilang nggak, ya nggak. Ikutin kata-kata Papa, kamu jangan ngebantah terus."
Kalimat Surya membuat Kala menggaruk rambutnya frustasi.
“Kenapa sih selalu maksain pendapatnya Papa ke aku? Bisa nggak, sekali ini dengerin maunya aku.”