Halo, namaku Dewantara. Buatku, Papa adalah sosok yang selalu jadi teladan. Orangnya santai, jarang marah, apalagi menggunakan kekerasan fisik. Tapi jangan salah, kalau lagi marah, kata-kata Papa itu bisa tajam banget. Meski begitu, kami tetap cinta sama Papa, terutama aku dan kedua adikku, Aprilia dan Hairun.
“Banguuunnnn, ayo sekolah!” seru Papa sambil mengetuk pintu kamar aku dan adik-adikku.
Ya, Papa memang punya cara unik buat membangunkan kami setiap pagi. Namanya Hamzah, seorang salesman di salah satu perusahaan mie instan terbesar di Indonesia. Kami hidup sederhana. Papa cuma punya motor Mega Pro keluaran 2007, motor yang sudah jadi saksi perjalanan hidup kami sekeluarga. Dengan motor itu, Papa keliling toko-toko di Bekasi, memastikan stok mie instan selalu tersedia.
Sementara Mama beda lagi. Dia ibu rumah tangga yang buka warung kecil di depan rumah kontrakan kami. Kalau sama Papa, kami bertiga masih bisa agak santai. Tapi kalau sama Mama? Hah, salah sedikit saja, bisa panjang urusannya. Mama memang galak, tapi ya... kami tahu, semua karena dia sayang sama kami.
Untung ada Papa. Dia selalu jadi "malaikat penyelamat" saat kami dimarahi Mama. Setiap pagi sebelum berangkat kerja, Papa selalu sarapan bareng kami. Momen ini paling kami tunggu, bukan cuma karena makanannya, tapi cerita-cerita Papa yang selalu bikin kami ketawa.
“Dulu teman Papa ada, namanya Ismed. Dia itu pelit, tapi hobinya kentut. Suatu hari di kantin, Papa iseng mau ngambil makanan Ismed. Eh, dia kentutin makanan itu. Tapi yang keluar bukan angin, malah ampas! HA HA HA!”
“Papa lagi makan, ihhh!” seruku, berusaha menahan geli.
“Papa, jijik ihhh...” tambah Aprilia, yang memang gampang mual. Adikku ini kalau dengar cerita menjijikkan, pasti langsung bereaksi.