Rumah Kakek.
Nama itu saja sudah membawa ingatan masa kecilku kembali melayang. Rumah tua bercat hijau lumut yang kini mulai kusam di sudut gang sempit kawasan Jakarta Timur itu bukan cuma tempat tinggal sementara bagi kami. Ia adalah tempat penuh kenangan. Tempat pertama kali aku belajar mengayuh sepeda tanpa roda tambahan. Tempat pertama aku bertemu perempuan yang membuat jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya, Ica.
Ica adalah teman TK-ku dulu. Waktu kami masih kecil, setiap sore Ica selalu datang membawa boneka, dan aku akan menyambutnya dengan bola basket plastikku. Kami akan bermain di halaman rumah Kakek yang penuh dengan pot-pot tanaman milik Nenek. Seringkali kami diomeli karena membuat tanah berantakan atau menumpahkan air siraman, tapi toh kami tetap bermain juga keesokan harinya.
Ketika Papa memberitahu bahwa kami akan pindah ke rumah Kakek untuk sementara waktu, aku hampir tidak bisa tidur saking senangnya. Bukan karena rumahnya lebih besar atau lebih mewah tidak, rumah itu bahkan lebih tua dari kontrakan kami di Bekasi. Tapi karena di sanalah aku merasa seperti pulang.
Setelah semua barang dikemas dan dipenuhi kardus-kardus dan kantong-kantong pakaian, kami sekeluarga pun resmi pindah ke rumah Kakek. Lokasinya tidak jauh dari SMP Black Sheep, hanya butuh satu kali naik angkot.
Hari-hariku pun berubah.
Aku tidak perlu lagi bangun subuh untuk mengejar angkot. Bahkan, kadang-kadang masih sempat bantu Mama menyiapkan sarapan untuk kami sekeluarga. Papa masih tetap sibuk dengan pekerjaannya, tetapi wajahnya kini tampak lebih tenang. Tidak lagi dikejar waktu karena perjalanan panjang.
Aku mulai sering bermain di sekitar gang rumah Kakek, berharap bisa bertemu Ica. Dan ya, tak lama kemudian, aku benar-benar bertemu dengannya di sebuah toko kelontong dekat masjid.
"Ica?" ucapku ragu saat melihat wajahnya yang kini beranjak remaja.
Dia mengerutkan dahi, lalu tersenyum. "Tara? Wah, kamu jadi tinggi banget!"
Kami pun saling bertukar cerita tentang masa kecil, sekolah, dan hobi. Ternyata Ica sudah tidak bermain boneka lagi, tapi jadi anak OSIS di SMP-nya. Meski kami tak lagi sesering dulu bermain bersama, rasanya menyenangkan bisa melihatnya lagi.