"kamu adalah sebuah kebetulan yang kerap kali ku pintakan setiap malam kepada tuhan untuk menjadi kata kita, kamu ku, semoga saja!"
~🍁🍁~
Aku tau, ini tak mudah. Mencintai dalam diam bahkan bukanlah sesuatu hal yang patut di banggakan. Perempuan mana pun pasti akan merasakan hal yang sama, jatuh cinta dengan diam atau mungkin ada juga yg langsung mengungkapkan isi hatinya.
Bukan, bukan karena wajah tampannya, postur tubuhnya yang profesional, atau kulitnya yang putih dan tinggi menjulang. Tentu bukan itu yang bisa membuat hati setiap wanita berdecak kagum padanya.
Seperti aku misalnya yang sedang diam-diam menaruh rasa padanya karena cerdasnya, hebatnya bahkan dia juga menyandang sebagai seorang mahasiswa lulusan terbaik dan tercepat di tahun 2018. Dan kerennya lagi dia sekarang menjabat sebagai dosen termuda di salah satu universitas tempatnya kuliah. Meski dia sendiri masih belum mempunyai gelar s2 karena masih proses kuliah di salah satu universitas di tempatku kuliah.
Masya Allah luar biasa bukan? Bagiku, tentu itu adalah takdir yang tak terduga, bisa se kampus dengannya. Meski aku Sendiri masih s1 sedang dia sedang melanjutkan kuliahnya di pasca. Namun Tak masalah bagiku, yang penting aku bisa melihatnya walau hanya dari jarak jauh.
Ya, aku jatuh cinta pada kepribadian dan dewasanya, karena entah kenapa laki-laki yang smart itu gantengnya beda, lebih maskulin dan lebih ok menurutku.
Lewat jiwa kepemimpinan dan jiwa pendidiknya yang sangat kental sekali, sehingga wajar meski umurnya masih di bawah jagung di bandingkan dengan dosen lainnya namun dia bisa mengayomi. Sehingga tak heran jika followers IG nya membeludak banyak sekali penggemar dan rata-rata adalah kaum hawa.
Lagi pula, jarak umur yang di milikinya juga sangat deket sekali dengan diriku, yakni hanya terpaut 2 tahun saja, jadi tidak akan jadi masalah jika misal kelak dia ditakdirkan bersanding dengan ku.
"Astagfirullah, Ta' ingatlah, jangan terlalu halu, kamu itu siapa yang bisa-bisanya menghayal hidup bersamanya."
Bisikan dari telinga kanan ku seakan terpampar hebat oleh diri, apalah aku yang bisa menginginkan dia yang sempurnanya Masyaallah sekali di bandingkan dengan diriku yang mengaji saja masih terbata-bata ketimbang dia yang mengajinya sudah bagus sekali paket komplit ditambah suaranya merdu membuat siapapun insan yang mendengarkan menjadi terenyuh, sedang aku apa? Hanya butiran debu.
Waktu itu aku tak sengaja mengikuti acara kampus dan kebetulan bagian yang membaca ayat suci Al-Quran adalah dia, jadi wajar jika aku tau dan mengerti bahwa dalam hal membaca Al-Qur an dialah jagonya bahkan suaranya merdu sekali.
"Arta'?"
"Ah iya?" sontak aku terkejut mendengarnya, dengan mimik yang tak bisa ku prediksi entah seperti apa ekspresiku kali ini yang pasti aku sangat terkejut, sambil clingak-clinguk, aku mencari asal muasal suara yang memaggilku.
Ku lihat sekeliling taman, beberapa mahasiswa menatapku aneh, Hingga tanpa sadar si Zidny mengagetkanku dari arah belakang.
"Dar." teriaknya ke arah telinga.
"Ah, Astagfirullah, Zidny." pungkasku kesal menatap sinis padanya.
"Hahahha, lagian lu, mikirin apa sih? Bengong aja di siang bolong begini, awas kesurupan lo." ucapnya sambil menaruh bokongnya di sebelah tempat dudukku.
"Ye, mana ada setan nongol siang-siang begini, adanya lu no yang jadi setan." protesku tak ingin kalah adu argumen padanya.