Perkuliahannya saat ini sudah mencapai semester 4 dan masih berjalan baik-baik saja. Ryan adalah pribadi yang jujur sebagai mahasiswa karena dia tidak pernah menyontek selama berkuliah. Walaupun, seringkali tergiur dengan contekan yang sudah diberikan oleh teman-temannya, namun dia tidak mencantumkan contekan itu pada lembar soal ujiannya. Nilai pada semester sebelumnya pun hasilnya tidak begitu buruk, yaitu 3,14 dan itu hasil dari kerja keras dirinya sendiri. Hari ini adalah presentasi kelompoknya dan Ryan sudah mempersiapkan presentasinya ini dengan sangat baik. Para anggota kelompoknya maju satu per satu kedepan kelas dengan tugasnya masing-masing. Ryan mendapatkan tugas menerangkan mata kuliah Ekonomi Manajerial tentang Bab Kendala-Kendala Dalam Operasi Perusahaan. Tetapi dia menjelaskannya dengan kurang baik dikarenakan sifat malunya.
Lantas, dia pun ditertawakan oleh seluruh isi kelas karena gerak-geriknya yang aneh disertai rasa paniknya yang begitu terlihat jelas. Tetapi dia menutupinya dengan sedikit sifat kocaknya dalam dirinya sehingga membuat dirinya tidak mati gaya. Kelompoknya mendapat nilai B+ untuk presentasinya kali ini dan mereka pun merasa puas dengan nilai yang itu. Beberapa minggu lagi, UAS Semesternya akan dilaksanakannya. Jadi, Ryan mulai sedikit demi sedikit memperbanyak jam belajarnya untuk menghadapi ujian tersebut. UAS pun di mulai dan Ryan mengerjakan soal-soal itu dengan cukup baik dengan hati yang tenang. Dan dia pun mendapatkan hasil 3,08 di semester empatnya itu. Meskipun, teman-temannya mendapatkan nilai yang lebih besar daripadanya, Ryan tidak begitu iri. Dia merasa bangga dengan kejujurannya dan juga selalu optimis tentang masa depannya.
Liburan semesternya dia pergunakan untuk bermain futsal, billiard, dan juga berpacaran dengan Umi. Setiap minggu, Ryan dan Umi selalu menonton film di bioskop dikarenakan Ryan yang ingin mempelajari akting serta menikmati karya-karya film terbaru. Ryan selalu menonton dengan tatapan sangat serius karena dia sedang mengamati akting para pemain dengan detail sampai-sampai sering berkomentar ketika film itu sedang berjalan. Dia juga selalu mengkritik adegan tiap adegan dalam film tersebut. Baginya akting adalah mimpinya yang sudah pasti akan dikejarnya karena membuat hidupnya selalu bersemangat. Dan untuk merealisasikan mimpinya itu menjadi kenyataan, dia akan rajin menabung dan menghemat pengeluarannya tiap bulan. Ryan menahan tidak berganti ponsel tiap tahun, menambah hewan peliharaan baru, atau berkuliner di tempat yang mahal-mahal.
Kendatipun sudah menghemat pengeluarannya, dia tetap memberikan sebagian uang gajinya kepada orang tuanya untuk membantu Ibunya yang berdagang dan Ayahnya yang sudah pensiun. Suatu hari, di Bandung sedang ada open casting film bergenre drama thriller dan sepertinya itu adalah kesempatan untuk dirinya memulai karirnya. Dia ketahui informasi ini dari postingan media sosialnya serta diberitahu juga oleh pacarnya. Sebelum datang untuk casting, dia banyak menonton film di laptopnya selama beberapa hari. Hari itu pun akhirnya tiba, Ryan datang dengan seorang diri. Sesudah itu, dia mendaftarkan diri kepada panitia dan mendapat nomor antrian setelahnya. Lalu dia menunggu selama 3 jam untuk di panggil ke dalam ruang casting itu. Di dalam ruang casting yang sebesar 4x5 meter tersebut, Ryan disuruh akting layaknya seorang playboy. Ryan berakting sebisanya dan juri pun berterima kasih kepadanya karena sudah ikut berpartisipasi. Hasil casting akan diberitahukan melalui telepon jikalau dirinya lolos dalam casting ini.
Disana, secara tidak sengaja Ryan bertemu dengan teman SMA’nya terdahulu yang bernama Maya, Salma, dan Anggara. Mereka pun berbincang cukup asyik tentang keadaan terkini, perkuliahan, dan juga nostalgia mereka pada saat SMA. Lalu Ryan pun pulang ketika jam sudah menunjukan pukul 4 sore karena dirinya yang lupa memberi makan untuk kedua peliharaannya. Berhari-hari dering telepon terus menerus ditunggunya, tetapi tidak datang juga informasi dari tim casting tersebut. Ryan menyadari bahwa kemampuannya masih kurang dan berharap tabungannya cepat bertambah agar dirinya bisa segera belajar akting di Jakarta. Kendatipun dia gagal lolos casting, dia masih tetap belajar akting dari film-film yang dia tonton dari laptop maupun dari bioskop. Sampai-sampai dia menulis film-film bagus, para aktor yang menginspirasinya, dan adegan-adegan yang membuatnya terpukau dalam catatan ponselnya. Ryan terlihat sangat bersungguh-sungguh untuk belajar akting, meskipun dengan cara otodidak. Dia selalu optimis dengan caranya ini dan pada saat nanti ada casting lagi, dia sudah siap sedia.
Semester lima dimulai dan Ryan berkuliah dengan normal seperti biasanya. Dua bulan kemudian, casting pun mendatanginya lagi. Kini, diadakan di sebuah hotel yang terletak di pusat kota Bandung. Ryan mendatangi casting tersebut dengan ditemani oleh pacarnya yang bernama Umi itu. Dia mendaftar dan mendapatkan nomor peserta. Lalu Ryan disuruh menghafal monolog yang akan ditampilkannya nanti. Ryan pun mencari tempat yang sepi untuk menghafal naskah monolog tersebut. Dikarenakan ketegangannya, Ryan beberapa kali bolak-balik pergi ke kamar mandi. Saatnya pun tiba, Ryan dipanggil oleh kru untuk berdiri di depan kamera. Sesudah itu, Ryan memperkenalkan diri serta menceritakan pengalamannya yang masih nol besar itu. Selanjutnya, dia berakting dengan cukup baik, ekpresinya tidak terlalu kaku, dan melafalkan monolognya dengan suara yang jelas serta tidak datar.