Suatu ketika saya menuliskan kalimat ini di status Facebook saya, “Jika kau ingin bahagia dalam sebulan, nikahi orang yang kau cintai. Jika engkau ingin berbahagia untuk selama-lamanya, bahagiakan orang yang kau nikahi.”
Hanya butuh waktu beberapa jam, status itu sudah disukai lebih dari 2.000 kali dan dibagikan ratusan orang. Meski di kolom komentar ada beberapa orang yang bertanya-tanya dan tak sependapat, saya kira lebih banyak yang relate dengan kalimat yang saya tuliskan itu. Karena satu dan lain alasan, tentu saja.
Saya menuliskan kalimat itu sungguh-sungguh. Pernikahan memang tak pernah menjadi sesuatu yang mudah dan biasa-biasa saja. Jika Anda mencari kebahagiaan dengan menikah, mungkin Anda salah. Pernikahan hanya akan memberikan Anda kebahagiaan yang pendek.
Konon, seminggu atau paling lama sebulan saja… sepanjang bulan madu. Setelah itu, segalanya jadi berat dan kurang menyenangkan.
Tiba-tiba Anda sadar bahwa pasangan yang Anda nikahi memiliki banyak kekurangan. Lalu ketika kalian saling komplain soal ini atau itu, kalian sadar bahwa ada banyak ketidakcocokan. Banyak pengantin baru yang sebelumnya saling kenal bertanya-tanya, “Setelah menikah, kok jadi sering berantem, ya?” Memang begitu kenyataannya. Belum lagi pernikahan memberi kita tanggung jawab lebih, kewajiban lebih, beban lebih, masalah lebih….
Demikianlah, pernikahan tak pernah sesederhana tentang melegalkan hubungan badan, bukan? Jika hanya itu yang dicari, mungkin Anda akan mendapatkannya. Tetapi, jika Anda mencari kebahagiaan melalui pernikahan, Anda harus memikirkannya dua kali.
Satu-satunya cara untuk menciptakan sebuah pernikahan yang bahagia adalah dengan menjalin ‘cinta yang sadar’. Cinta yang sadar adalah cinta yang mengerti bahwa segalanya tidak akan berjalan mulus-mulus saja, bahwa saling mengerti adalah formula terbaik untuk saling menerima, bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang harus diperjuangkan.
Mencintai secara sadar adalah ketika kita mengatakan kepada pasangan sah kita, “Aku mencintaimu dengan cara berhenti mengandaikan semua hal baik yang tak ada pada dirimu, dan memaafkan semua hal buruk yang ada pada dirimu.”