Cerita Sebelum Bercerai

Republika Penerbit
Chapter #4

Tentang Kesetiaan

Mungkin ini saatnya kita bicara serius tentang kesetiaan.

Kita sering bicara tentang cinta, sayang, rindu, atau rasa takut kehilangan; tetapi begitu jarang membahas soal kesetiaan. Apakah ‘setia’ memang telah menjadi kosakata yang asing dalam cerita cinta antarmanusia? Ataukah ia tidak menarik lagi karena terkesan sebagai ‘penakut’ yang tak memiliki petualangan atau tantangan-tantangan? Betapa banyak orang yang berani mencintai tetapi gagal untuk setia.

“Buatmu, apa itu kesetiaan?” Tanya Rizqa, suatu hari, “Apakah kamu akan tetap setia dalam mencintaiku?” sambungnya. Dua pertanyaan itu bukan hanya membutuhkan jawaban yang pasti, tetapi sekaligus mensyaratkan level keberanian tersendiri untuk mengungkapkannya.

Apa itu kesetiaan? Kesetiaan adalah keberanian untuk mempertanggungjawabkan perasaan-perasaan yang kita miliki.

Saat kita mencintai seseorang, tentu saja perasaan itu disertai juga dengan perasaan lainnya yang menjadi pelengkap rasa sayang kita kepadanya. Mungkin kita mencintai pasangan kita karena perangainya yang lembut, tetapi kita tidak menyukai caranya membuat keputusan yang selalu disertai keraguan-keraguan. Mungkin kita mencintai seseorang karena parasnya, gesturnya, suaranya, atau apa pun yang ada pada dirinya. Tetapi, akan selalu ada sesuatu yang kita andaikan ada pada dirinya—yang pada kenyataannya tak ia miliki. Maka mencintai dengan setia adalah mencintai dengan penuh rasa tanggung jawab. Kita tahu ‘tanggung jawab’ adalah terpenuhinya hak dan kewajiban, bukan? Jika kita merasa berhak menerima cinta dan kasih sayang seseorang, kita wajib menerima seseorang itu apa adanya.

Setia adalah melindungi.

Lazimnya seseorang yang bisa melindungi orang lain, dirinya harus terlebih dahulu selamat dari marabahaya. Melindungi tak sama dengan ‘menyelamatkan’. Mungkin kita bisa tidak selamat ketika berusaha menyelamatkan orang lain. Tapi kita tak bisa melindungi orang lain jika kita sendiri tak terlindung, bukan? Setia adalah situasi semacam itu. Saat kita tahu bahwa rasa cinta dan sayang kita telah terlindung, sehingga kita bisa melindungi perasaan orang yang kita cintai atau sayangi. Dalam relasi semacam ini terdapat hukum sebab-akibat. Semua akibat yang kita terima ditentukan oleh sebab-sebab yang kita ciptakan. Jika kita tidak ingin disakiti, maka kita tak boleh menyakiti.

Lihat selengkapnya