Aryo memarkir mobilnya disamping tangga pintu masuk sebuah rumah. Dia keluar dari dalam mobil dan memandang sebentar rumah yang dulu nya adalah sebuah panti asuhan tempat dimana dulu dia dibesarkan. Dia tersenyum mengagumi hasil karyanya, merenovasi rumah yang sekarang ditempati pak Warno dan istrinya ibu Retno, sosok yang dahulu membesarkannya dan menjadi pengasuh di panti asuhan ini.
Aryo menutup pintu mobilnya.
"Yoyok." Sebuah teriakan memanggil namanya dari dalam rumah. Nama yang hanya sahabat-sahabat masa kecilnya memanggilnya dengan nama itu.
Seseorang dengan tubuh gemuk dan lebih pendek dari Aryo keluar dari dalam rumah, tersenyum sekaligus tampak gembira melihat kedatangannyan. Dia berlari menuruni anak tangga dan menghampirinya lalu memeluk Aryo.
"Ihan." Kedua tangan Aryo membalas pelukan Raihan.
Aryo tersenyum menatap Raihan, mengingat kembali sosok yang dulu saat Raihan masih kecil selalu mengikutinya kemanapun dia pergi, menjadikan dia panutannya sekaligus pelindungnya dari perundungan Budi dan Bagas, sahabat-sahabat Aryo yang lain.
"Kapan datang Han?"
Raihan melepas pelukannya, "Tadi malam Yok, hampir saja aku tidak bisa sampai kesini."
Mereka berjalan memasuki rumah.
Aryo tampak penasaran dengan ucapan Raihan.
"Mencekam juga suasana jalanan Surabaya menuju kesini?"
Raihan mengangguk, "Tidak semua jalan dijaga oleh polisi atau tentara, kamu tahu sendirikan betapa susahnya mencari bahan bakar, jadi setiap mobil yang melintas bisa menjadi incaran."
Mereka berhenti dianak tangga terakhir, Raihan membuka kemejanya dan menunjukkan bekas luka didadanya pada Aryo.
"Diserang tiba-tiba saat keluar dari toll Solo."
Aryo terkejut "Serius, disaat seperti ini."
Raiham tertawa dan menutup kembali kemejanya, "Yok Yok, masih saja sikapmu seperti dulu, tanpa prasangka buruk pada orang."
"Nggak semua orang bertobat Yok walaupun besok kiamat, setan nggak mengenal hari kiamat."
Aryo tersenyum.
"Aryo." Sosok perempuan berusia enampuluh tahun menghampiri Aryo dan memeluknya, bu Retno adalah orang yang sangat dekat dengannya yang sudah dia anggap sebagai ibunya sendiri. Perempuan yang telah menjaga dan membesarkannya sebelum dia diadopsi.
"Ibu." Aryo dan ibu Retno menitikkan air mata.
"Bapak." Pak Warno, suami ibu Retno menghampiri mereka dan ikut memeluk mereka.
"Semuanya baik-baik saja kan Yo, soalnya si Raihan sempat kena musibah."
Mereka berempat berjalan memasuki ruang tamu.
"Alhamdulilah lancar pak, semuanya sudah seperti kota mati."
"Syukurlah." Ucap pak Warno
"Yang lain belum datang Han?" Tanya Aryo.
"Belum Yok, terakhir aku kontak Bagas dan Nur seminggu yang lalu, katanya mereka akan segera kesini, kalau Budi aku tidak bisa kontak dia sama sekali."
"Pesanku sempat dibaca budi sebulan lalu, tapi dia tidak pernah membalas pesanku."
"Semoga semuanya baik-baik saja dan bisa datang kesini." Wajah bu Retno tampak khawatir.
Mereka dikejutkan dengan suara mobil yang mendekat. Sebuah mobil sedan keluaran lama berhenti dan terpakir disamping mobil Aryo.
Nuraini yang keluar mobil terlebih dahulu, tersenyum dan melambaikan tangannya, kemudian sosok Bagas yang keluar dari pintu sopir dan terakhir sosok perempuan yang tidak mereka kenal keluar dari kursi penumpang.
"Nur...Bagas..." Teriak bu Retno dari teras.
Mereka bertiga segera naik ke teras dan menghampiri bu Retno dan pak Warno.
"Ibu." Nur memeluk bu Retno erat lalu menangis dipelukannya.
"Pak." Bagas memeluk pak Warno.
Nur melepas pelukannya.
"Kamu baik-baik saja kan Nur?" bu Retno memandang Nur dan menghapus air matanya.
Nur mengangguk.
Bu Retno menatap Bagas, "Bagas juga baik-baik saja kan?"
Bagas mengangguk lalu menghampiri bu Retno dan memeluknya.
"Bagas baik-baik saja bu, maafkan bagas jarang menjenguk bapak dan ibu."
Bapak memeluk Nur, "Yang penting kalian baik-baik saja, itu sudah cukup buat bapak dan ibu."
Bapak melepas pelukannya.
"Yoyok?...Ihan?..." Bagas tersenyum menatap Aryo dan Raihan lalu segera memeluk mereka bergantian.
"Pak Polisi kita tampak kurus sekarang." Celetuk Raihan disambut tawa semuanya.
"Dan herannya dalam keadaan seperti ini, kamu masih bisa menyimpan lemakmu." Balas Bagas.
Semua kembali tertawa.
Aryo menatap Nur yang seperti menghindari pandangan matanya.
"Nur." Aryo segera memeluk Nur diikuti Raihan.
Ibu Retno menatap sosok perempuan yang bersembuyi dibalik badan Nuraini.
"Siapa teman kalian?"
Semua mata menatap kearah perempuan cantik dengan rambut pendek dan pakaian seksinya.
"Saya Ana bu." Ana menatap bu Retno yang hanya diam memperhatikannya lalu kemudian tiba-tiba tersenyum dan menghampiri Ana.
Semua tampak terkejut melihat sikap bu Retno.
Ana terkejut saat bu Retno memeluknya.
"Jangan takut." Bu Retno tersenyum, "Kami keluargamu."
Semua menatap Ana dan bu Retno dengan terkejut.
Ana tampak menahan air matanya.
"Tadi kita bertemu Ana dijalan menuju kesini, dia tampak kebingungan didalam mobil sendirian." Nur mengusap lembut bahu Ana.
"Tersesat?" Tanya Raihan.
Bagas mengangguk.