cerita sebelum kiamat

Bramanditya
Chapter #3

46 Jam Sebelum Kiamat : Cinta Ini Membunuhku

46 Jam Sebelum Kiamat

Bagas dan Raihan segera berlomba berlari menuju kearah bibir pantai. Mereka melepas baju mereka dan melemparnya tanpa memperdulikan jatuh entah kearah mana lalu melepas celana panjang mereka dan menjatuhkan tubuh mereka kearah ombak pantai yang cukup besar pagi itu.

Aryo, Nur dan Ana hanya tersenyum melihat tingkah mereka dari kejauhan sambil mengeluarkan beberapa barang dan makanan dari dalam mobil dan menaruhnya disebuah gazebo yang berada persis disamping mobil mereka terpakir.

Suasana pantai sudah sangat sepi, hampir tidak ada orang yang berada disana selain mereka. Kondisi pantai tampak kotor dengan sampah disepanjang pantai dan keadaan disekitarnyapun tampak tidak terawat. Bangunan-bangunan yang berdiri tidak jauh dari bibir pantai yang biasa digunakan untuk warung makan dan kamar mandi sudah ditinggalkan pemiliknya dalam keadaan kosong.

Nur duduk digazebo sambil menatap kearah laut lepas, menikmati suara ombak dan semilir angin pantai yang menerpa lembut wajah dan rambut panjangnya.

Aryo duduk disamping Nur ikut menatap kearah pandangan Nur tertuju.

"Kamu baik-baik saja Nur?"

Nur tesenyum mendengar pertanyaan dari Aryo, dan dia masih menatap kearah lautan lalu sesekali merapikan rambutnya yang tersapu angin menutupi wajahnya.

"Kalau pertanyaanmu tentang perceraianku, aku baik-baik saja Yok."

Nur teridam sesaat.

"Tapi kalau pertanyaanmu tentang kiamat lusa, aku yakin semua akan merasakan takut yang sama, hanya kita menyembunyikannya dibalik senyuman di wajah kita."

Aryo menatap wajah Nur yang yang begitu tenang menatap kearah laut lepas, ada rasa sesal tergambar diwajah Aryo.

"Maafkan aku tidak disana waktu itu, menemanimu."

Nur tersenyum menatap Aryo, memegang lembut tangannya seolah-olah menenangkan sosok disampingnya yang tampak merasa bersalah.

"Aku belum resmi bercerai dengan Bram."

"Maksudmu?" Aryo tampak bingung dengan ucapan Nur.

Nur terdiam dan tanpak terkejut seperti teringat akan sesuatu, tiba-tiba Nur tersenyum lalu perlahan tertawa sambil menatap Aryo.

"Aku belum bercerai dengan Bram." Nur mengulangi ucapannya sambil tertawa

Aryo masih keheranan dengan sikap Nur.

"Nur...?"

Perlahan Nur mulai mengendalikan emosi dan tawanya sambil menyeka air matanya.

"Maaf Yok, maaf ya, kamu tahu ini seperti sebuah lelucon. Gara-gara masalah kiamat ini, tidak ada yang mengetok palu untuk mengesahkan perceraian kami."

Wajah Aryo yang semula serius berubah menjadi senyuman dan tawa kecil.

Nur kembali menatap kearah laut lepas sambil menghela nafas panjang.

"Sekarang kamu membuatku takut akan kiamat lusa."

"Kenapa?" Tanya Aryo

"Aku yakin semua pasti takut, bukan takut tentang apa yang akan menimpa kita lusa, tapi takut akan apa yang akan menimpa kita setelah kiamat nanti"

"Orang yang tidak terpilih seperti kita akan takut dengan kejadian setelah kematian dan orang yang terpilih akan takut dengan kehidupan setelah kiamat lusa." lanjutnya.

"Kamu takut akan kemana setelah kematian nanti?"

Nur terdiam menatap Aryo, seolah berpikir sejenak mencari jawaban dari pertanyaan Aryo.

"Aku lebih takut bertemu dengan Bram kembali setelah kematianku nanti." Ucap Nur sambil tertawa dan menepuk pundak Aryo.

Wajah Aryo tampak kesal mendengar jawaban Nur yang tidak serius, lalu melempar Nur dengan kacang rebus yang berada di tangannya.

"Mungkin itu yang dinamakan sehidup semati." Ejek Aryo.

Mereka berdua saling menatap lalu tertawa bersama.

"Lihatlah kalian tertawa seolah olah tidak akan terjadi kiamat lusa." Ucap Ana sambil duduk disamping Nur.

Nur berhenti tertawa dan menatap Ana, "Kita sudah berada ditahap pasrah akan kiamat lusa, berbeda mungkin enam bulan lalu dimana perasaan kita dipenuhi rasa takut dan cemas saat mereka bilang dengan entengnya kalau sebuah asteroid akan menghantam bumi dan mengakibatkan kimat kecil."

"Aku tidak akan lupa akan hari itu." Tatapan Ana menerawang.

"Kita tidak akan lupa hari itu."

Gumam Nur.

Aryo menghela nafas, "Mungkin ucapan ibu ada benarnya saat dia bilang agar kita tidak mengungkit tentang kiamat lusa, dan menikmati sisa hari kita."

Mereka terdiam, hanya terdengar suara deburan ombak dan angin serta teriakan dari Bagas dan Raihan yang berteriak memanggil Aryo.

"Sebaiknya kamu kesana." Ana memandang kearah Bagas dan Raihan.

Nur memegang lembut tangan Aryo dan menatapnya.

"Nikmatilah sisa hari kita."

Aryo menatap kearah Nur dan tersenyum padanya. Dia lalu bangkit dan berlari kearah Bagas dan Raihan sambil melepas celana panjangnya.

Bagas dan Raihan tampak tertawa dan berteriak sambil bertepuk tangan menyambut kedatangan Aryo.

Nur dan Ana tersenyum menatap tingkah laku ketiga pria yang seperti terhipnotis oleh ombak pantai untuk bermain-main seperti seorang anak kecil.

"Bagaimana rasanya dicintai oleh dua orang sekaligus?". Ana tersenyum masih menatap kearah pantai sambil melontarkan pertanyaannya pada Nur yang tampak terkejut dan menatap Ana.

Lihat selengkapnya