cerita sebelum kiamat

Bramanditya
Chapter #4

45 Jam Sebelum Kiamat : Kucing dan Tikus

45 Jam Sebelum Kiamat

Bagas menuang air teh dari termos kedalam gelas. Diminumnya perlahan untuk menghangatkan badannya yang menggigil kedinginan. Raihan dan Aryo berlari mendekatinya dengan badan basah kuyup.

Aryo duduk disampinya, menuang teh ke dalam dua gelas dan menyerahkan salah satu gelas pada Raihan yang berdiri dihadapannya, sibuk mengunyah singkong rebus.

"Duduklah!" perintah Bagas.

"Dingin kalau aku duduk, lagian aku mau segera kembali kesana." Raihan melawan hawa dingin dibadannya sambil terus bergerak kemudian meminum tehnya.

Aryo tersenyum melihat tingkah Raihan, lalu meraih gelas yang telah kosong dari tangan sahabatnya itu.

"Aku kembali kesana, sebelum panas terik." Dengan cepat, Raihan meraih sisa singkong rebus dipiring dan meninggalkan Aryo dan Bagas di gazebo.

Bagas terkejut dengan aksi Raihan, "Hei, dasar gendut...!"

Aryo hanya tertawa melihat Bagas yang dengan kesal hampir mengejar Raihan namun mengurungkan niatnya.

"Anak itu tidak pernah gagal membuat kita tersenyum."

Bagas hanya tersenyum kecut sambil menatap Raihan yang berlari menghampiri Nur dan Ana.

"Mungkin akan lebih seru kalau ada Budi disini."

Aryo mengangguk sambil menatap kearah pantai, tangannya memegang lembut gelang yang melingkar ditangannya.

"Semoga dia bisa ke sini sebelum lusa."

Tatapan Bagas beralih pada tangan Aryo.

"Siapa perempuan yang berhasil menggeser posisi Nur dihatimu?"

Aryo terkejut mendengar ucapan Bagas dan menoleh padanya, sedetik kemudian dia paham dengan maksud Bagas saat matanya tertuju pada gelang ditangan Aryo.

"Naluri polisimu tajam juga."

Aryo terdiam sebentar.

"Perempuan yang bisa membuatku jatuh cinta setelah sekian lama, penyembuh patah hatiku, bukan sekedar pelampiasan seperti sebelumnya."

"Dan....?" Bagas mengeluarkan sebatang rokok, menyalakannya dengan penuh perjuangan dan menghisapnya dalam-dalam setelah berhasil membakarnya.

"Entah dimana dia sekarang, aku tidak bisa menghubunginya. Banyak pesan sudah aku kirim padanya untuk datang kesini dan berharap dia muncul sebelum kiamat lusa." Tampak air mata tertahan disudut mata Aryo.

Bagas menepuk pundak Aryo, menguatkannya, "Dia pasti datang."

Suasana hening diantara mereka, hanya terdengar angin, ombak dan teriakan tiga sahabat mereka di bibir pantai.

Tiba-tiba Bagas tertawa sambil menatap Aryo yang kebingungan.

"Ada yang lucu?"

Bagas menggeleng dan perlahan menghentikan tawanya.

"Ada apa dengan kita? Nur bercerai, lalu kekasihmu entah berada dimana dan tunanganku pergi menjelang hari pernikahan kami."

Aryo sempat hampir marah dengan ucapan Bagas, namun diurungkannya setelah mendengar kalimat terakhir dari Bagas.

"Tunanganmu? Kamu sempat bertunangan dan hampir menikah?"

"Dan apa yang terjadi dengan perempuan yang berhasil menggeser posisi Nur dihatimu?" Aryo menoleh pada Bagas dengan pertanyan bertubi-tubi, menunggu jawaban dari mulut Bagas yang sibuk dengan rokok ditangannya.

"Seandainya dirimu ada disana waktu itu, mungkin kamu akan menemaniku mabuk sambil mendengar ocehanku tentang pelacur sialan itu."

Suara hembusan nafas Aryo menunjukkan rasa penyesalan pada dirinya, "Maafkan aku tidak ada disana waktu kamu membutuhkanku..."

"Sudahlah, semua sudah berakhir. Mungkin memang kita bertiga tidak beruntung dengan cinta." Bagas melempar puntung rokoknya

"Mungkin dia memang bukan jodohmu tapi lihatlah sisi baiknya, sekarang kamu dan Nur tampak semakin dekat." Aryo bangkit menatap Bagas yang tersenyum sinis melihatnya.

"Kamu tidak pernah melihatnya atau kamu pura-pura tidak melihatnya selama ini."

Lihat selengkapnya